Powered By Blogger

Selasa, 22 November 2011

"DINASTI MUWAHIDUN"


DINASTI MUWAHIDUN

BAB I
PENDAHULUAN

Umat Islam sekitar abad ke-12 secara mentalitas boleh dikatakan semangatnya sudah pudar, apalagi untuk mengembangkan intelektualitasnya. Apalagi kekalahan yang diderita ketika pasukan salib berhasil menguasai beberapa daerah kekuasaan Islam di Timur Tengah, sehingga secara perlahan tradisi keilmuan mulai hilang di dunia Islam yang membawa kepada sebagian umat Islam menyibukkan diri dengan beribadah kepada Tuhan untuk mendapatkan posisi yang baik di sisi Allah. Akibatnya muncullah kelompok-kelompok kecil yang lebih memfokuskan pikiran untuk memberantas kelompok-kelompok yang telah salah paham dalam memahami Islam.
Kondisi ini tidak hanya terjadi di Baghdad sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah waktu itu, tetapi juga merembes ke daerah-daerah luar, terutama di Afrika bagian utara yang secara keseluruhan sudah dikuasai Islam. Namun, di tengah besarnya pengaruh Islam, umat Islam juga tidak terlepas dari perselisihan intern yang mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan kecil yang membawa terbentuknya sebuah dinasti. Kasus seperti ini bisa terlihat dalam proses terbentuknya Dinasti Muwahhidun yang bermula dari gerakan keagamaan dan berubah menjadi gerakan politik.
Gerakan keagamaan tersebut dipelopori oleh Ibn Tumart yang beraliran Asy’ariah. Para sejarawan menyebutnya sebagai Dinasti Muwahhidun (orang yang mengesakan Tuhan) ketika kekuasaan politik telah dikuasainya. Berkat usaha dan perhitungan yang matang maka tercapailah sebuah kekuasaan politik oleh gerakan tersebut meliputi Afrika bagian utara dan Spanyol (Andalusia) di barat yang pada masa sebelumnya di bawah kekuasaan Murabitun. Namun karena kondisi yang kurang mendukung, sekitar abad ke-13M dunia Barat bangkit dengan kekuatan baru membuat Muwahhidun lenyap dari Andalusia kecuali Islam di Cordova yang mampu bertahan sampai abad ke-15 dikarenakan wilayahnya yang berbukit dan sulit untuk dijangkau.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA DINASTI MUWAHHIDUN
Terbentuknya Dinasti Muwahhidun beranjak dari kondisi Afrika Utara pada waktu kekuasaan Murabithun mulai melemah. Wafatnya Yusuf bin Tasyufin pada tahun 1106 M, berakibat buruk bagi Murabithun, karena pemimpin-pemimpin setelah dia adalah orang-orang yang lemah. Kondisi semakin kacau ketika pimpinan fuqaha’ dipegang oleh seorang sufi yang ekstrim dan mulai menyimpang dari ajaran al-Qur’an dan Sunnah (paham tajassum/ mengatakan bahwa Tuhan mempunyai bentuk seperti tubuh manusia). Kehidupan masyarakat sudah materialistis, di samping terjadinya stagnasi dalam pemikiran para pengikut Imam Malik, yang menyatakan tidak perlu lagi mempelajari Tafsir al-Qur’an dan hadits karena semua itu telah dilakukan oleh Imam Malik
Dinasti Muwahhidun bermula dari sebuah gerakan agama-politik yang didirikan oleh seseorang berber. Ia adalah Muhammad Ibnu Tumar (1078-1130) dari suku masmuda. Muhammad menyandang gelar simbolis al-Mahdi, dan menyatakan diri sebagai nabi yang diutus untuk memulihkan Islam kepada bentuknya yang murni dan asli. Dia mengajarkan kepada sukunya, dan suku-suku liar lainya di Maroko dengan doktrin Taukhid, keesaan Tuhan, dan konsep spiritual tentang Tuhan. Langkah ini merupakan bentuk protes pada paham antropomorfisme berlebihan yang telah menyabar dikalangan umat Islam. karena itu pengikutnya disebut al-Muwahhidun.[1]
Ibnu Tumart menganggap bahwa menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan kekerasan. Oleh karena itu, dalam mendakwahkan  prinsipnya Ibnu Tumart tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Sikap keras itu tentu saja tidak disenangi sebagian besar masyarakat, terutama kalangan ulama dan penguasa. Dakwah Ibnu tumart mendapat dukungan dari berbagai suku Barbar, seperti suku Haragah, Hantaniyah, Jadmiyah, Janfisah.[2]

Gerakan yang dibangun berdasarkan kebenaran dan kemurnian ajaran Islam tersebut berhasil merangkul banyak pengikut dari masyarakat, walaupun terkadang dakwahnya tidak selalu mulus. Pada tahun 1117 M Ibnu Tumart dan pengikutnya terusir dari tempat tersebut, sehingga dia pergi ke Marakesy . Namun, karena ditempat tersebut kehadirannya tidak begitu mendapat sambutan, akhirnya dia pergi ke Tilimsan (Tinmal/Tanmaal). Dari tempat inilah dia menyusun kekuatan yang berwujud menjadi sebuah dinasti di temani oleh Abdul Mu’min yang ia dapatkan di Marakesy.
Untuk menyebarkan dakwahnya dia mengirim da’i keberbagai daerah untuk mengajak kepada kebenaran (amar ma’ruf) dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang buruk (nahi mungkar). Kepada pengikutnya dia menyerukan supaya mendirikan shalat tepat waktu, berakhlak terpuji, taat pada undang-undang, membuat wirid yang dibuat oleh imam Mahdi dan mendalami kitab-kitab aqidah al-Muwahhidun. Adapun untuk menggalang (membentengi) diri dari dalam, maka dibentuklah dewan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Dewan Menteri (ahlal-syarah/ahl-al-jama’ah) terdiri dari sepuluh orang pembai’ah al-Mahdi sebagai kepala da’i kalangan murid-murid, seorangnya adalah Abdul Mu’min
2.      Dewan Majelis pemuka suku yang menjdai wakil tiap suku, jumlahnya lima puluh orang (al-Khamain)
3.      Majelis Rakyat, terdiri dari para murid (al-Thalabah), keluarga al-Mahdi (ahl al-dar), kabilah Hurghah dan orang awan (ahl Timal) Tanmaal
Pada tahun 1130 M Ibn Tumart menemui ajalnya, sehingga melalui kesepakatan Dewan Menteri dinobatkanlah Abdul Mu’min menjadi khalifah pengganti al-Mahdi dengan sebutan Amiru al-Mu’minin. Ia dipilih padahal tidak ada hubungan kekerabatan dengan Ibnu Tumart. Selain itu ia dikenal dengan sebagai orang yang berpengetahuan luas, pintar, dan pemberani. Pilihan itu ternyata tepat, dibawah kepemimpinanya kaum al-Muwahhidun meraih kemenangan demi kemenangan. Pada tahun 534H/1139 M kaum Al-Muwahhidun melancarkan serangan serangan ke kubu Al Murabbitun, sehingga satu persatu kekuasaan Murabitun jatuh ke tangan Muwahidun.[3] Setelah dinobatkan sebagai khalifah kerjanya adalah mengakhiri Dinasti Murabithun dan menundukkan kabilah yang ada di Maroko. Akibatnya secara resmi berdirilah Dinasti Muwahhidun di Maroko dan menjadikan Maroko sebagai pusat pemerintahannya setelah daerah ini ditaklukan pada tahun 1146 M dengan para pemimpin sebagai berikut:
1. Ibn Tumart (1130 M)
2. Abdul Mu’min (1163 M)
3. Abu Yaqub Yusuf ibn Abdul Mu’min (1184 M)
4. Abu Yusuf Yaqub ibn Abu Yaqub Yusuf (1199 M)
5. Muhammad ibn al-Nashir (1214 M)
6. Al-Muntashir (1223 M)
7. Abdul Wahid ibn al-Muntashir (1224 M)
8. Abu Muhammad al-Adil(1227 M)
9. Al-Ma’mun (1233 M)
10. Abdul Wahid II (1243 M)
11. Al-Mutamid (1266 M)
12. Abdul ‘Ula Al-Wasiq.(1266-1269).[4]
B.     KEMAJUAN YANG DICAPAI
Semenjak Abdul Mu’min dinobatkan sebagai khalifah, dengan secara cepat dia melakukan penaklukkan terhadap daerah-daerah kekuasaan Murabitun, dengan ditaklukkannya kekuasaan Murabitun yang merupakan lahan-lahan yang subur serta jalur perdagangan, maka terciptalah kemajuan pada dinasti tersebut. Kemajuan yang dicapai pada masa Dinasti ini adalah sebagai berikut :
1. Bidang Politik
Ketangguhan Abdul Mu’min sebagai pengganti al-Mahdi, telah membuka jalan mulus bagi penguasa berikutnya untuk mengembangkan kekuasaan Muwahhidun di Spanyol dan Afrika Utara. Pada awal kekuasaannya Abdul Mu’min telah melakukan penaklukkan besar-besaran untuk memperluas kekuasaan Muwahhidun. Adapun daerah-daerah yang ditaklukan tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Tahun 1141 M wilayah di Fez, Couta, Tangier dan Aghmath
b.      Tahun 1145 M Negeri Spanyol
c.       Tahun 1159 M Almenia, dan Gilbartan dijadikan pusat pemerintahan, dan
d.      Tahun 1160 M Aljazair, Tunisia dan Tripoli.
2. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
Kekuasaan Dinasti Muwahhidun yang meliputi Afrika Utara dan Andalusia (Spanyol), sangat berimbang dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Boleh dikatakan bahwa tradisi keilmuan yang telah hilang di dunia Islam bagian timur, apalagi akibat kesalahpahaman masyarakat terhadap saran al-Ghazali tentang 3 (tiga) hal pemikiran para filosof dengan mengatakan mereka kafir. Telah bangkit kembali di dunia Islam bagian barat yang menjadi batu loncatan bagi transmisi (berpindah) peradaban Islam ke barat, terutama pemikiran-pemikiran dari Ibnu Rusyd. Adapun para ilmuwan yang muncul pada masa dinasti Muwahhidun ini terutama pada masa kepemimpinan Abdul Mu’min dan Abu Yakub Yusuf adalah sebagai berikut :
a.       Ibrahim bin Malik bin Mulkun adalah seorang pakar al-Qur’an dan ilmu Nahwu
b.      Al-Hafidz Abu Bakr bin al-Jad seorang ahli figh. Dan Ibnu al-Zuhr ahli kedokteran, dan
c.       Ibnu Bajjah (533 H/1139 M), seorang filosof dengan karyanya The Rule of Solitary. Ia juga berada di bidang musik yang disebut Avenpace atau Abenpace.
d.      Ibnu Thufail (581 H/ 1105-1185 M), seorang filosof dengan karyanya Hayy bin Yaqzhan. Ia juga dikenal sebagai seorang dokter, ahli geografi dan juga dianggap sebagai penyair Andalusia atau yang dikenal dengan nama Al-Andalusi, Al-Kurtubi, Al-Isibily.
e.       Ibnu Rusyd (1126-1198 M), ia adalah seorang filosof , dokter, ahli matematika, fikih, ahli hukum, ahli astronomi juga seorang poplemik atau dikenal dengan sebutan Averrous/Averroisme di Barat.
f.       Bidang arsitektur dapat dilihat bangunan menara Giralda di Selville, rumah sakit di Marakesy dan bangunan lain yang tidak kalah pentingnya seperti masjid jami’ di Sevilla.
g.      Bidang ekonomi dijalaninya hubungan perdagangan dengan beberapa daerah di Italia, seperti dengan Pisa, pada tahun 1154 M, Marseie, Voince dan Syalia pada tahun 1157 M.
C.      KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
Pada tahun 1198 M, Abu Yusuf ibn Yakub al-Manshur wafat dan digantikan oleh Muhammad al-Nashir. Namun kondisi Dinasti Muwahhidun tidak lagi seperti sebelumnya dan sudah mulai lemah setelah mengalami kemajuan selama 69 tahun. Kelemahan ini salah satu penyebabnya karena al-Nashir tidak mempunyai pandangan serta wawasan politik yang luas seperti para pendahulunya. Apalagi pengganti dari Muhammad al-Nashir dan pengganti-pengganti berikutnya, mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai semangat juang tinggi seperti para pendahulunya.
Terjadinya kemunduran dinasti ini juga disebabkan karena orang-orang Kristen Spanyol setelah mereka memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari umat Islam membuat mereka sadar akan kondisi yang mereka hadapi, dengan penuh semangat mereka bangkit dari ketertinggalan dan melakukan penyerangan kepada umat Islam di Spanyol. Penyerangan tersebut terjadi sekitar tahun 1212 M, oleh kondisi raja-raja Kristen (Leon, Costile, Navarge dan Aragon) di Spanyol.
Kekalahan yang diderita oleh Muwahhidun dalam pertempuran tersebut menyebabkan semakin mudahnya orang Kristen menaklukkan daerah-daerah kekuasaan Islam lain di Spanyol. Apalagi al-Nashir menyerahkan kekuasaan kepada anaknya yang baru berusia 15 tahun, yaitu Abu Yakub Yusuf II (al-Muntashir) yang tidak memiliki kematangan politik untuk menjalankan pemerintahan. Kemunduran semakin meningkat setelah wafatnya al-Muntashir pada tahun 1221 M, karena muncul perpecahan di kalangan pembesar Muwahhidun.
Perpecahan terjadi karena al-Munthasir tidak mempunyai anak laki-laki untuk menggantinya. Seperti Tunisia berdiri daulah Bani Nafs, sedangkan Tripoli menjadi wilayah kekuasaan Bani Ayubiyah. Melihat umat Islam terpecah, Kristen semakin gencar melakukan gerakan untuk mengambil alih kekuasaan Islam, sehingga tahun 1238 M, seluruh kawasan Spanyol jatuh ke tangan Kristen kecuali Granada yang mampu bertahan sampai tahun 1492 karena terletak di perbukitan. Dengan hilangnya pengaruh Muwahhidun di Spanyol serta diikuti keruntuhan kekuasaan di Afrika telah membawa kehancuran dinasti ini pada tahun 1269 dengan didudukinya Maroko oleh Dinasti Marin (Mariniyyah)





BAB III
KESIMPULAN

Dinasti Muwahhidun lahir dari sebuah gerakan keagamaan yang dipelopori oleh Ibnu Tumart. Ibnu Tumart ini lahir dari suku masmuda (berber), Ibnu Tumart menganggap bahwa menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan kekerasan
Kekuasaan Muwahhidun tumbuh dan berkembang di Afrika Utara dan Spanyol adalah karena ingin memurnikan ajaran Islam yang telah dikotori orang-orang Murabhitun pada fase akhir kekuasaannya. Dinasti ini mampu meraih kejayaan karena pemimpin yang kuat serta cinta ilmu pengetahuan. Kehadiran dinasti ini telah membuka mata orang barat untuk mengejar ketertinggalannya dari umat Islam, apalagi setelah ajaran Ibnu Rusyd (Averoisme) telah mempengaruhi para pelajar barat.
Kemajuan kemajuan yang diperoleh pada masa dinasti Muwahhidun terutama dalam bidang politik adalah perluasan wilayah, Tahun 1141 M wilayah di Fez, Couta, Tangier dan Aghmath, Tahun 1145 M Negeri Spanyol, Tahun 1159 M Almenia, dan Gilbartan dijadikan pusat pemerintahan, dan Tahun 1160 M Aljazair, Tunisia dan Tripoli. Kekuasaan ini dicapai pada masa abdul mu;min selain itu juga dalam bidang keilmuan dengan melahirkan tokoh-tokoh pemikir Islam, seperti Ibnu Thufail, Ibnu Rusdy, Ibnu Bajjah, dan lain-lain.
Setelah mengalami kemajuan yang pesat, akhirnya dinasti Muwahhidun mengalami kemunduran, yakni ketika kepemimpinan dipimpin oleh Muhammad al- Nashir, karena Muhammad al-nashir ini tidak mempunyai pandangan serta wawasn politik yang luas, seperti para pendahulunya, apalagi setelah Muhammad Al-Nashir meninggal, penggantinya tidak ada yang mempunyai semangat juang yang tinggi.
Setelah kurang lebih 139 tahun Dinasti Muwahidun memerintah akhirnya kekuasaan Dinasti Muwahidun tiba pada saat kehancuranya, yakni ketika umat Kristen Spanyol setelah mereka memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari umat Islam membuat mereka sadar akan kondisi yang mereka hadapi, dengan penuh semangat mereka bangkit dari ketertinggalan dan melakukan penyerangan kepada umat Islam di Spanyol. Selain itu hancurnya kekuatan dalam Dinasti Muwahidun juga karena terjadinya peperangan intern antar pembesar.
Daftar Pustaka

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009)
Bosworth. Dinasti-dinasti Islam, (Bandung:Mizan, 1993)
Hitti, Philip k. History of the arabs, (JAKARTA; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2002)



[1]. Philip k. Hitti, History of the arabs, (JAKARTA; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2002) hal 693
[2]. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009). Hal 273
[3]. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009). Hal 272
[4]. Bosworth, Dinasti-dinasti Islam, (Bandung:Mizan, 1993). Hal 52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar