Powered By Blogger

Selasa, 22 November 2011

"PUSAT-PUSAT PERADABAN ISLAM III"


PUSAT-PUSAT PERADABAN ISLAM III

 PENDAHULUAN

Pada masa yang dipimpin oleh khalifah sepeninggal nabi Muhammad SAW, Islam terus mengalami perkembangan dan kemajuan.  Tidak hanya dalam penyebaran agama saja tapi juga dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan.  Banyaknya kemunculan pusat pusat peradaban Islam di berbagai tempat membuktikan bahwa Islam telah membawa banyak perubahan pada umat manusia. Umat Islam banyak mengkaji keilmuan yang diperolehnya berdasarkan panduan dari kitab suci Al Qur’an dan Al Hadist.  Banyak penemuan dan kejadian yang terkandung di dalam Al Qur’an yang akhirnya membuka cakrawala pengetahuan dunia.  Di pusat pusat peradaban Islam inilah banyak tertinggal sejarah peradaban Islam yang kokoh dan berkembang pesat. Banyak pengetahuan tentang ilmu perbintangan, Science dan masih banyak lagi bidang keilmuan serta penemuan penting yang berguna bagi manusia juga dihasilkan di pusat pusat peradaban Islam ini.  Tidak heran, umat Islam mencapai puncak kejayaan pada masanya.


PUSAT-PUSAT PERADABAN ISLAM  III
1.      DELHI
Delhi adalah sebuah kerajaan Islam di Indiaa Utara yang berkuasa sejak awal abad ke-13 sampai dengan awal paruh kedua abad ke-16.[1] Delhi adalah ibu kota kerajaan Islam India sejak tahun 608 H/1211 M. Sebagai ibu kota kerajaan Islam, Delhi menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam di anak benua India. Delhi terletak di pinggir Sungai Jamna. Mula-mula Delhi dikuasai Islam, ditaklukan oleh Quthb Ad-Din Aybak penguasa dari Dinasti Mamluk. Sejak itu Delhi dikuasai oleh para sultan-sultan yang secara berturut-turut terdiri dari dinasti-dinasti, yakni Dinasti Khalji, Tughluq, Sayid, Suri atau Afghan, Lodi, dan yang terakhir Mughal. [2]   
Setelah India di kuasai oleh dinasti-dinasti Islam, India mengalami perkembangan peradaban dan Peradaban Islam di India juga bisa dipisahkan dari keberadaan Dinasti Mughal. Selama tiga abad (932-1274 H/1526-1857 M) dinasti telah mampu memberi warna negeri yang mayoritas beragama Hindu ini. Setidaknya agama Islam menjadi tersebar di seluruh penjuru India.
Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur (1526-1530 M).[3] Secara geologis Babur merupakan cucu Timur Lenk (dari pihak ayah) dan keturunan Jeghiz Khan (dari pihak ibu). Ekspansinya ke India dimulai dari dengan menundukkan penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi (dinasti Lodi) dengan bantuan Alam Khan (paman Lodi) dan gubernur Lahore. Tahun 1525 M, ia berhasil menguasai punjab dan meneruskannya ke Delhi tahun 1526 M.[4] Sejak itu Babur menguasai India dan Kota Delhi menjadi ibu kota kerajaan Munghal pada masa Humayun (1530-1556), seorang raja yang cinta ilmu.
Hasil peradaban yang dicapai pada waktu dikuasai dinasti-dinasti Islam antara lain:
a.                                         Bidang Seni dan Arsitektur
Masjid Quwwat al-Islam yang didirikan oleh Quthubuddin Aibak dan Quthb Minar merupakan peninggalan Delhi terbaik. Masjid terkenal lainnya, Araidin ka Jopra didirikan di Ajmer, menara Husbug shah yang didirikan pada dinasti Khalji yang semuanya dibangun dengan batu mamer.
Hasil karya seni dan arsitektur pada waktu dinasti Mughal yang sangat terkenal dan bisa dinikmati sampai sekarang, yakni Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yag timbul dengan kombinasi warna-warni, seperti benteng merah (Lah Qellah), istana-istana, makam kerajaan dan yang paling mengagumkan adalah Taj Mahal di Aghra. Istana ini merupakan salah satu dari keajaiban dunia yang dibangun oleh Syah Jehan khusus untuk istrinya Momtaj Mahal.
b.                                        Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang Ilmu Pengetahuan. Banyak ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut Ilmu Pengetahuan, bahkan Istana Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan.
Pada tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang guru. Pada masa Syah Jehan didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Pada bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum Islam yang dikenal dengan sebutan Fatawa I-Alamgiri.


2.      ANDALUSIA
Andalusia adalah sebuah wilayah Islam di Spanyol. Setelah Andalusia menjadi wilayah Islam, maka dibangunlah kembali kota-kota lama di samping membangun kota baru, dengan gaya seni bangunan Islam, dimana kemudian Andalusia terkenal dengan kota-kotanya yang indah, masjid-masjid yang cantik, istana-istananya yang mengagumkan dan taman-tamannya yang mempesona.
Pusat-pusat peradaban Islam di Spanyol adalah sebagai berikut:
a.     Cordova
Cordova merupakan salah satu di antara kota-kota besar yang ada di Andalusia. Cordova merupakan kota lama yang dibangun kembali dengan gaya Islam. Kota ini pertama kali dimasuki Islam pada tahun 711 M oleh pasukan Thariq bin Ziyad.[5] Ketika Abdurrahman I bergelar Abdurrahman Ad-Dakhil masuk ke Andalusia,  telah menjadikan Cordova sebagai ibu kota dari dinasti Spanyol.
Sebagai ibu kota pemerintahan, Cordova di masa Bani umayah mengalami perkembangan pesat. Banyak bangunan baru yang didirikan, seperti istana dan masjid-masjid. Kota ini juga diperluas, membangun sebuah jembatan berarsitektur islam dalam gaya Romawi, dan lain-lain. Perkembangan kota ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abd Al-Rahman Al-nashir di pertengahan abad ke10 M.Pada masa Islam, Cordova terkenal juga sebagai pusat kerajinan barang-barang dari perak, sulaman-sulaman, dari sutera dan kulit.
Selain terkenal sebagai pusat kerajinan, Pada masa pemerintahan Bani Ummayah di Spanyol, Cordova juga menjadi pusat ilmu pengetahuan. Di kota ini berdiri Universitas Cordova, perpustakaan besar yang mempunyai koleksi kira-kira 400.000 judul buku. Hal tersebut tak terlepas dari Abd Al-rahman Al-Nashir dan anaknya Al-Al-HAkam. Pada masanyalah tercapai apa yang dinamakan masa keemasan ilmu pengetahuan dan sastra di Spanyol Islam. Sehingga Cordova  menjadi lahirnya orang-orang yang memajukan perkembangan Bahasa dan Sastra Arab, seperti sastrawan terkemuka di Andalusia, yakni Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih, Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Dalam bidang kedokteran, Cordova juga sebagai salah satu  pusat aktivitas medis dan melahirkan ilmuwan terkemuka, seperti Ibnu Rusyd yang menghasilkan karya besar, yaitu  Kitab Al-Kuliyat fi Ath-Thib.
Pada tahun 786 M, dibangun sebuah Masjid dengan luas 175x134 meter dan tinggi menaranya 20 meter terbuat adri marmer dan sebuah kubah besar, yang bernama masjid Cordova, dan pada masa Al-Hakam di Cordova terdapat 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di Kota ini tak dapat diminum, penguasa Muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang penjangnya 80 km.
b.        Sevilla
Kota Sevilla dibangun pada masa Dinasti Al-Muwahhidun memerintah. Kota ini pernah menjadi ibu kota Andalusia. Awalnya kota ini hanyalah rawa-rawa, tetapi pada masa Romawi diubah menjadi kota  yang bernama Romula Agusta, kemudian diubah menjadi Hispah, sebelum menjadi Asyibiliyah. Selama dikuasai Islam, kota ini selalu diperidah dengan tanaman-tanaman berbunga dan harum.
Sevilla berada dibawah kekuasaan Islam selama 500 tahun (712-1248 M). Tidak heran jika pada saat ini banyak dijumpai peninggalan-peninggalan seni budaya Islam. Salah satu bangunan yang menjadi kebanggaan umat Islam, kini telah berubah menjadi gereja dengan nama  Santa Maria de la Sede.
c.       Granada
Granada merupakan kota besar di Andalusia, yang pernah  menjadi kebanggaan kaum Muslimin Andalusia. Granada terletak di sekitar 288 km sebelah  timur kota Sevilla, pada sebuah dataran tinggi yang subur.
Pada abad ke12, Granada menjadi Kota terbesar kelima di Spanyol. Sejak abad ke13, Granada diperintah oleh dinasti Nasrid selama lebih kurang 250 tahun. Pada masa itulah dibangun istana megah (Al-Hambra). Istana ini dibangun oleh arsitek-arsitek Muslim pada tahun 1238 M dan terus dikembangkan sampai tahun 1358 M. Istana ini terletak di sebelah Timur Al-Kajaba, sebuah benteng tentara Islam. Granada terkenal dengan tembok dan 20 menara mengitarinya.
Pada masa Dinasti Umayyah di Andalusia, Granada mengalami perkembangan pesat. Pada masa pemerintahan Muhammad V (1354-1391 M), Granada mencapai puncak kejayaannya, baik dalam Arsitektur maupun dalam politik. Akan tetapi, menjelang akhir abad ke 15 pemerintahan menjadi lemah terutama karena perpecahan keluarga.

3.      TRANXOSANIA
Tranxosania adalah wilayah Bukhara dan Samarkand. Tranxosania adalah wilayah yang terletak di Asia Tengah, terletak di sekitar barat Cina dan Selatan Rusia serta di sebelah Timur Afghanistan. Pada wilayah ini terdapat dua kota penting yang menjadi pusat peradaban Islam, yaitu Samarkand dan Bukhara.
a.    Samarkand dan Bukhara
Samarkand dan Bukhara merupakan wilayah kekuasaan masa dinasti Samanid. Ibu kotanya Bukhara, dan kota terkemukanya adalah Samarkand. Pada waktu dinasti Samanid, Samarkand menjadi daerah yang sangat makmur dan msayarakatnya hidup sejahtera, Samarkand juga merupakan kota terpenting karena menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan Islam.[6] Penghasilan utama kota Samarkand adalah kertas Samarkand yang terkenal.
Sedangkan Bukhara pada waktu dinasti Samanid merupakan salah satu daerah yang dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Ma Wara’ An-Nahr, yakni daerah-daerah yang terletak di sekitar sungai Jihun di Uzbekiztan, Asia Tengah. Bukhara menjadi pusat pemerintahan dan peradaban pada masa dinasti Samanid. Hal ini berlangsung selama kurang lebih dari 150 tahun.[7] Bukhara bukan saja terkenal dengan keindahannya, tetapi juga menjadi pusat perdagangan yang mempertemukan pedagang-pedagang dari Cina dengan pedagang-pedagang dari Asia Barat. Disana juga mulai berkembang usaha pembuatan kain sutera, tenunan kain dari kapas, perhiasan emas, dan perak dengan berbagai bentuk.
Samarkand dan Bukhara hampir mengungguli Baghdad sebagai pusat pendidikan dan seni. Tidak hanya keilmuan Arab yang dilindungi dan dikembangkan, tetapi keilmuan Persia. Pada masa dinasti Samanid inilah muncul beberapa orang ilmuwan muslim yang berasal dari Bukhara. Diantaranya adalah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Abdul Rahim bin Ahmad Al-Bukhari, dan Abu Hafs Al-Bukhari. Tidak hanya itu, pada masa ini pula, ilmuan Muslim termasyhur, al-Razi mempersembahkan karya utamanya dalam bidang kedokteran yang berjudul al-Manshur kepada pangeran Samaniyah. Tidak hanya muncul beberapa orang Ilmuwan, tetapi pada masa kejayaan dinasti Samanid, di Bukhara terdapat istana yang merupakan Perguruaan tinggi dan pusat kegiatan ilmu dan pengetahuan. Sehingga terkenallah Maktab Nuh bin Nashr As-Samani sebagai perguruan tinggi yang lengkap. 

KESIMPULAN
Delhi, Andalusia, dan Transxosania merupakan bagian dari pusat peradaban Islam yang sangat penting. Di daerah itu banyak sekali peninggalan Islam dan sejarah yang penting tentang kejayaan Islam. Delhi merupakan salah satunya Dinasti Islam yang berjaya di akhir kejayaan Islam. Di sana banyak sekali peradaban yang ditinggalkan baik dalam maslah intelektual atau religius. Salah satu peninggalan bersejarah yang penting adalah Taj Mahal.
Andalusia berhasil di masuki oleh Islam pada tahun 711 M oleh thariq bin ziyad dari Umayyah. Kerajaan Umayyah II di Andalusia merupakan tempat lahinya berbagai ilmu dan tokoh. Sehingga waktu itu menjadi tandingan Bagdad dalam segala ilmu pengetahuan. Di sana terdapat tiga kota penting yang menjadi pusat kerajaan yaitu, Cordova, Sevilla, dan Granada.
Cordova mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Umayyah, di sana banyak dibangun istana dan masjid-masjid. Di kota ini juga merupakan pusat ilmu pengetahuan, berdirinya Universitas Cordova, perpustakaan besar yang mempunyai koleksi kira-kira 400.000 judul buku. Di Sevilla banyak dijumpai peninggalan-peninggalan seni budaya Islam. Salah satu bangunan yang menjadi kebanggaan umat Islam, kini telah berubah menjadi gereja dengan nama Santa Maria de la Sede. Sedangkan di Granada terdapat istana yang megah, yang di bangun pada dinasti Nasrid yang berkuasa selama lebih kurang 250 tahun yaitu istana Al-Hambra yang dibangun oleh arsitek-arsitek muslim pada tahun 1238 M dan terus dikembangkan sampai tahun 1358 M.
Transoxania berada di timur baghdad. Pada wilayah ini terdapat dua kota penting yang menjadi pusat peradaban Islam, yaitu Samarkand dan Bukhara. Pada waktu dinasti Samanid, Samarkand menjadi daerah yang sangat makmur dan msayarakatnya hidup sejahtera, Samarkand merupakan kota terpenting karena menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan Islam.[8] Sedangkan Bukhara pada waktu dinasti Samanid merupakan salah satu daerah yang dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Ma Wara’ An-Nahr, yakni daerah-daerah yang terletak di sekitar sungai Jihun di Uzbekiztan, Asia Tengah. Bukhara menjadi pusat pemerintahan dan peradaban pada masa dinasti Samanid. Hal ini berlangsung selama kurang lebih dari 150 tahun.
Samarkand dan Bukhara hampir mengungguli Baghdad sebagai pusat pendidikan dan seni. Tidak hanya keilmuan Arab yang dilindungi dan dikembangkan, tetapi keilmuan Persia. Pada masa dinasti Samanid inilah muncul beberapa orang ilmuwan muslim yang berasal dari Bukhara. Diantaranya imam Bukhari seorang ulama hadist, Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Abdul Rahim bin Ahmad Al-Bukhari, dan Abu Hafs Al-Bukhari

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH, 2009.
Hitti, Philip. K, History Of The Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010
Kandu, Amirullah, Ensiklopedi Dunia IslaM, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Maryam, Siti dan dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2009.




[1]Ensiklopedi Islam
[2] Kandu, Amirullah, Ensiklopedi Dunia Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 376
[3] Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa  Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2009), hal. 184
[4] Ibid.,
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta:AMZAH, 2009), hal.
[6] Hitti, Philip. K, History Of The Arabs, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal.
[7] Kandu, Amirullah, Ensiklopedi Dunia Islam, hal. 365

[8] Hitti, Philip. K, History Of The Arabs, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal.

"PUSAT PERADABAN ISLAM II (DAMASKUS, KHAIRAWAN, ISFAHAN, ISTANBUL)"


PUSAT PERADABAN ISLAM II
(DAMASKUS, KHAIRAWAN, ISFAHAN, ISTANBUL)


A.   Damaskus
1.      Sejarah penguasa di Damaskus
                        Damaskus terletak pada posisi 30ï½°37ï½´ bujur timur dan 30ï½°33 lintang utara. Sekarang menjadi ibu kota Republik Syuriah[1]. Sejak dahulu Damaskus terkenal dengan banyak sungai dan saluran air. Pada mulanya Damaskus adalah kota pertanian kecil yang terletak di perairan sungai Bardi. Karena letaknya yang sangat strategis untuk pusat perdagangan, maka di sana banyak terdapat pasar. Pada milinium ke tiga sebelum Masehi, Damaskus yang merupakan salah satu kota berpenghuni tertua di dunia sudah menjadi ibu kota kerajaan Aramid yang maju.
                        Letaknya yang berada di persimpangan jalan menuju ke Irak dan anak benua Arab, membuat Damaskus untuk menjadi pusat perdagangan yang penting. Gerakan penaklukan Islam mulai memasuki Damaskus di tangan Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Damaskus pada zaman sebelum Islam adalah ibu kota kerajaan Romawi timur di Syiria.[2] Damaskus merupakan kota lama yang dibangun kembali dalam zaman daulah Umayyah yang berpusat di kota ini dari tahun 661-750 M.[3] Selanjutnya, Damaskus menjadi salah satu wilayah kekuasaan Bani Abbas. Pernah menjadi ibu kota pada masa khalifah Mutawakkil, tetapi hanya sebentar.
                        Sekitar tahun 750 M dinasti Umayyah digulingkan dinasti Abbasiyah dan ibu kota pemerintahan berpindah ke Baghdad. Ketika kekuasaan Abbasiyah memudar pada 875 M penguasa Mesir Ahmad Ibnu Tulun mengambil alih Damaskus. Sekitar tahun 968 M dan 971 kota itu dikuasai Qaramita. Setelah itu dinasti Fatimiyyah di kairo menguasai Damaskus. Sejak abad 11 dinasti Seljuk menguasai kota tersebut. Pada 1260M bangsa Mongol menaklukan Damaskus. Tiga abad berikutnya turki Utsmani berkuasa di kota itu dan Pada tahun 1946 Suriah memproklamirkan kemerdekaannya, hingga kini Damaskus tetap menjadi ibukotanya.[4]
2.      Perkembangan peradaban Islam di Damaskus
                        Pada masa kekuasaan bani Umayah, di kota Damaskus banyak didirikan gedung-gedung yang indah, yang bernilai seni, disamping kotanya sendiri dibangun sedemikian rupa teratur dan indahnya, dengan jalan-jalan yang lebih merimbun, kanal-kanal yang bersimpang siur berfungsi sebagai jalan dan pengairan, taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Di kota ini juga terdapat masjid Damaskus yang megah dan agung, masjid ini dibangun oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dengan arsiteknya Abu ubaidah bin Jarrah.
                        Untuk keperluan pembangunannya, Khalifah al-Walid mendatangkan 12.000 orang tukang ahli dari Romawi, kecuali bangunannya sendiri memiliki nilai seni yang luar biasa, juga pilar-pilar dan dinding-dindingnya diukir dengan ukiran-ukiran yang indah dan ditaburi dengan batu-batu yang bernilai tinggi. Masjid yang panjang 300 meter dan lebarnya 200 meter, dibangun diatas 68 pilar yang kokoh dengan biaya 11.200.000 dinar atau setara dengan 33.600.000,00 dolar Amerika.[5]
                        Dalam perjalanan sejarahnya, Damaskus pernah melewati hari-hari kelabu hingga dikembalikan oleh Sultan Nuruddin (549 H / 1154 M). Sejak itu Damaskus membuka lembaran baru dalam kemakmuran dan kekuatan. Damaskus mencapai puncak kejayaannya pada masa Salahuddin Al-Ayubi. Setelah itu kembali seperti semula, menjadi sebuah wilayah kekuasaan dinasti Mamluk berikut dinasti Usmani. Para penguasa Usmani sangat memperhatikan Damaskus karena posisinya yang penting dalam segi keagamaan dan perdagangan.
                        Sejak Islam masih dini, Damaskus terkenal sebagai kota pelajar. Karena banyaknya sekolah yang ada di sana. Pada masa Salahuddin Al-Ayubi jumlah sekolah mencapai 20 buah, di antaranya; Sekolah Adiliah, Sekolah Dhahiriah, Sekolah Jamqumiah, Sekolah Rawahiah, Sekolah Shalahiah, Sekolah Asadiah, Sekolah `Ashruniah, Sekolah `Aziziah dan lain-lain. Juga terkenal dengan sejumlah perpustakaan. Yang paling terkenal adalah Perpustakaan Sekolah Adiliah. Pada zaman dahulu, Damaskus juga terkenal dengan banyaknya rumah sakit milik lembaga pendidikan kedokteran tertentu dan banyaknya sekolah-sekolah kedokteran.
                        Sepanjang sejarah kekhalifahan Islam yang silih berganti, Damaskus telah banyak menelorkan ulama besar, seperti; Hafiz Abdul Aziz At-Timiy, Hafiz Abu Zar`ah tokoh hadis terkemuka Syekhul Islam Ibn Taymiah, Ibn `Asakir, Abu Syamah, Ibn Katsir, Ibn Malik, Ibn Syathir, Rashid, Ibnu Baythar dan Ibnu Nafis. Mesjidnya yang paling terkenal adalah mesjid Umawi dan peninggalan sejarahnya yang paling tersohor adalah benteng Damaskus.[6]
B.   Khairawan
1.      Sejarah kota  Khairawan
                        Khairawan merupakan kota baru diafrika utara. Kota ini dibangu pada masa dinasti umayyah. Aqabah bin Nafi yang telah diangkat oleh khalifah Muawiyah bin Abi Sofyan menjadi gubernur Afrika, memindahkan ibu kota wilayah Afrika dari Barqah ke suatu desa nernama Kairawan. Dan dibangunlah ditempat itu ibu kota baru dari afrika yang juga dinamakan Khairawan.[7]
                        Setelah pergolakan dibawa oleh pemberontakan Khawarij, kota itu berada di bawah kekuasaan Aghlabid pada abad kesembilan, dan di bawah patronase mereka itu berubah menjadi pusat regional keagamaan intelektual dan penting, yang dikenal untuk sekolah dan berhenti haji.
2.      Peninggalan Peradaban Islam di Khairawan
                        Sesuai dengan kota-kota islam yang lain, Kharawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam, yang dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman, daerah pedagangan, daerah industri, daerah militer dan sebagainya. Di kota Khairawan terdapat masjid Khairawan yang dibangun pada masa kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik oleh Aqabah, gubernur Afrika Utara. Masjd ini adalah yang termashur. Berkali-kali masjid ini mengalami perbaikan dan pelebaran oleh para gubernur yang silih berganti menjabat, sehingga akhirnya menjadi satu masjid kebanggaan kaum muslimin di Afrika Utara, terutama dengan kubahnya yang terkenal dengan “Qubatul Bahwi”.
                        Kota Khairawan kemudian menjadi kota internasional, karena di dalamnya berdiam bangsa-bangsa Arab, Barbar, Persia, Romawi, dan lain-lain. Khairawan juga merupakan kota pusat ilmu, disamping sebagai kota militer.[8] Masjid besar khairawan, yang masih berdiri sebagai saingan bagi masjid-masjid termashur di Timur, mulai dibangun di bawah kekuasaan Ziyadat Allah dan disempurnakan oleh Ibrahim II (874-902). Tempat berdirinya masjid itu juga merupakan lokasi berdirinya bangunan suci ‘Uqbah, pendiri Khairawan.
                        Masjid ‘Uqbah oleh para penerusnya telah dihiasi dengan pilar-pilar marmer yang di dapat dari puing-puing kartago, yang kemudian di dimanfaatkan lagi oleh penguasa Aglabiyah. Menara persegi yang melengkapi bangunan masjid ini, yang juga merupakan peninggalan bangsa umayyah terdahulu, dan termasuk yang paling lama bertahan di Afrika, memperkenalkan bentuk menara ala suriah kepada masyarakat di afrika barat-laut. Model menara itu bahkan tidak pernah tergantikan oleh bentuk-bentuk lain yang lebih ramping dan tinggi seperti yang ada dalam peninggalan Persia dan banguna ala mesir. Dalam gaya Suriah, bata digunakan sebagaimana gaya-gaya bangunan lain menggunakan batu. Berkat masjid ini, Khairawan, dikalangan muslim barat menjadikota suci keempat,setelah Mekah, Madinah dan Yerusalem- salah satu dari gerbang surga.[9] 
C.   Isfahan
1.      Sejarah kota  Isfahan
                        kota Isfahanl adalah ibu kota kerajaan shafawi. Kota Isfahan merupakan kota tua didirikan oleh yazdajird I (buhtanashar) raja Persia. Kota Isfahan dikuasai islam pada tahun 19 h/640 m pada masa umar bin khathtab. Kota Isfahan sekarang masuk dalam wilaya Iran. Pada waktu Abbas I sultan safawiyah menjadikan Isfahan sebagai ibu kota kerajaanya, kota ini menjadi kota yang luas dan indah. Kota ini terletak di atas  sungai zandah, dan di atasnya membentang tiga buah jembatan yang megah dan indah.
                        Pada tahun 625 terjadi pertempuran besar di Isfahan, ketika tentara mongoldatang menyerbu negeri-negeri islam dan menjadikan Isfahan sebagai salah satu bagian dari wilayah kekuasaan wilaya mongol itu. Ketika timur lenk menyerbu negeri-negeri islam pada tahun 790h/1388 m, kota Isfahan ikut jatuh di bawah kekuasaan timur lenk. Setelah itu kota Isfahan dikuasai oleh kerajaan turki usmani pada tahun 955 h/1548 m. pada tahun 1134 h/1721 m terjadi pertempuran antara Husain syah, raja shafawi dengan Mahmud la-afghani, yang mengakhiri riwayat kerajaan syhafawi. Pada tahun 1141 h/1729 m, kota Isfahan berada di bawah kekuasaan nadir syah.[10]
2.      Peninggalan peradaban Islam di Isfahan
                        Di kota ini berdiri bangunan-bangunan indah seperti istanah, sekolah-sekolah, masjid-masjid, menara, pasar, dan rumah-rumah  dengan ukiran arsitektur yang indah. Keunikan Isfahan sebagai aset budaya Timur Tengah, tak lepas dari perjalanan sejarah yang teramat panjang. Sejak berabad lalu, Isfahan terus mengalami perubahan budaya dengan mewariskan banyak bangunan tua berarsitektur budaya Islam. Di antaranya adalah Masjid Jum'at dan Gedung Chahar Bagh.
                        Masjid Jum'at dianggap masjid paling tua di Isfahan. Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 138 Hijriah, kira-kira pada zaman Dinasti Seljuk ketika dikalahkan sebuah dinasti keturunan Jengis Khan. Masjid ini terletak berdekatan dengan tanah lapang yang dikenal dengan nama Lapangan Hijau, Darsdasth. Seperti juga Masjid Jumat,  Gedung Chahar Bagh termasuk salah satu bangunan yang berusia sangat tua.
                        Gedung ini peninggalan raja Shah Sultan Husein pada zaman Dinasti Safawi, sekitar pada tahun 1706 masehi. Bangunan ini dikenal sebagai 'kawah candradimuka' bagi orang-orang yang belajar ilmu agama pada zaman dulu. Tak jauh dari Chahar Bagh, terdapat sebuah lapang yang dinamakan Maidan Naqse, yang artinya 'peta dunia'. Konon disebut begitu karena tempat ini dianggap titik pusat penunjuk jalan menuju sejarah budaya Islam dunia. Lapangan yang juga dikenal dengan nama Maidan Imam ini berdimensi 500 x 165 meter persegi.
                        Sebagai kota wisata ternama di Iran, Isfahan terus berbenah diri untuk menyambut para wisawatan mancanegara. Salah satu caranya dengan terus membangun sejumlah hotel dan penginapan di beberapa sudut kota. Namun dari sekian tempat akomodasi di Isfahan, Hotel King Abbas yang paling menarik perhatian wisatawan. Betapa tidak, bangunan hotel ini begitu megah dan mewah. Hotel berbintang lima ini terdiri atas 230 kamar.
                        Namun yang menjadi daya tarik tempat ini adalah gaya aristekturnya yang mengagumkan. Hotel  dibangun dengan merujuk pada arsitektur zaman Safavid, yakni dengan menitikberatkan pada konsep kekokohan atap dan penyangga bangunan. Bangunan ini kian indah oleh tampilan sejumlah gambar dan simbol-simbol natural yang didominasi warna zamrud. King Abbas semakin menawan dengan terhamparnya taman luas yang disebut Taman Persia[11]
D.   Istambul
1.      Sejarah kota  Istambul
                        Kota Istambul adalah ibu kota kerajaan Turki Usmani. Kota ini awalnya merupakan ibu kota ibu kota kerajaan Romawi Timur dengan nama Konstatinopel. Kota Konstatinopel sebelumnya sebuah kota bernama Bizantium, kemudian diganti dengna nama Konstantinopel oleh kaisar Constantin, kaisar Romawi Timur. Pada tahun 395 m, kerajaan romawi pecah menjadi dua, Romawi Timur dan Romawi Barat. Romawi barat beribu kota di Roma (Itali), sedangkan Romawi Timur beribu kota di Konstatinopel.
                        Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam pada masa dinasti turki usmani di bawah pimpinan sultan Muhammad II yang bergelar Muhammad al Faith pada tahun 1453,  dan dijadikan ibu kota keraajaan Turki Usmani. Bahkan jauh sebelum sultan Muhammad al-Fatih dapat menguasai Konstantinopel, para penguasa Islam sudah sejak zaman khulafaur rasyidin, kemudian khalifah bani umayyah dan khalifah bani abbasyiah berusaha untuk menaklukan kota konstatinopel. Namun, baru pada masa kerajaan turki Usmani uasaha dapat berasil. Oleh sultan Muhammad al-fatih, kota konstantinopel yang artinya kota constantin, diubah namanya menjadi Istanbul yang artinya kota islam. Sebagaimana halnya pada masa kerajaan ramawi timur, kerajaan turki usmani dengan ibu kota Istanbul juga menjadi sebuah Negara adi daya pada masa kekuasaanya. Wilayah kekuasaanya meliputi sebagian besar wilayah eropa timur, asia kecil, dan afrika utar. Bahkan daerah-daerah islam yang lebih jauh juga mengakui kekuasaan Istanbul.[12]
2.      Peninggalan peradaban Islam di Istanbul
                        Dalam bidang arsitektur, masjid-masjid yang dibangun membuktikan kemajuannya. Setelah menaklukan Constantinople, Mehmed II yang kala itu baru berusia 21 tahun meminta agar pasukannya tak membantai warga kota serta tak merusak bangunan yang ada. Mehmed juga mengubah Katedral St. Sophia menjadi masjid, dan pada hari Jumat pertama, 2 Juni 1453, dia dan pasukannya menggelar shalat Jumat di tempat itu.
                        Di awal abad ke-17, Sultan Ahmet I mendirikan Majid Biru di seberang Aya Sofia. Tak seperti Aya Sofia yang memiliki empat menara, Masjid Biru memiliki enam menara dan 36 kubah kecil di sekitar kubah induk. Dan Aya Sofia sejak itu menjadi museum. Lukisan-lukisan kramik peninggalan Katholik di dinding dan di langit-langit St. Sophia masih dapat disaksikan hingga kini. Untuk memberi nuansa Islam, Ottoman memasang tujuh kaligrafi besar di ruang utama, yang masing-masing bertuliskan nama Muhammad, empat khalifah pertama, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, serta dua cucu Muhammad, Hassan dan Hussein.
                        Pengaruh jatuhnya konstantinopel besar sekali bagi Turki Usmani. Kota tua itu adalah pusat kerajaan Bizantium yang menyimpan banyak ilmu pengetahuan dan menjadi pusat agama Kristen. Kesemuanya itu diwarisi oleh Usmani. Dari segi letak, kota itu sangat strategis karena menghubungkan dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Istanbul merupakan pusat peradaban pada kekuasaan Turki Usmani yang terpenting. Bukan saja karena  keindahan kotanya, akan tetapi juga karena di kota bekas pusat kekuasaan romawi timur itu terdapat pusat-pusat kajian keilmuan yang mendorong puncak kejayaan peradaban islam.[13]  


E. Kesimpulan
                        Di kota Damaskus, pada masa kekuasaan bani Umayah, di kota Damaskus banyak didirikan gedung-gedung yang indah, yang bernilai seni, disamping kotanya sendiri dibangun sedemikian rupa teratur dan indahnya, dengan jalan-jalan yang lebih merimbun, kanal-kanal yang bersimpang siur berfungsi sebagai jalan dan pengairan, taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Di kota ini juga terdapat masjid Damaskus yang megah dan agung, masjid ini dibangun oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dengan arsiteknya Abu ubaidah bin Jarrah.
                        Sejak Islam masih dini, Damaskus terkenal sebagai kota pelajar. Karena banyaknya sekolah yang ada di sana. Pada masa Salahuddin Al-Ayubi jumlah sekolah mencapai 20 buah, di antaranya; Sekolah Adiliah, Sekolah Dhahiriah, Sekolah Jamqumiah, Sekolah Rawahiah, Sekolah Shalahiah, Sekolah Asadiah, Sekolah `Ashruniah, Sekolah `Aziziah dan lain-lain. Juga terkenal dengan sejumlah perpustakaan. Yang paling terkenal adalah Perpustakaan Sekolah Adiliah. Pada zaman dahulu, Damaskus juga terkenal dengan banyaknya rumah sakit milik lembaga pendidikan kedokteran tertentu dan banyaknya sekolah-sekolah kedokteran.
Di kota Kharawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam, yang dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman, daerah pedagangan, daerah industri, daerah militer dan sebagainya. Di kota Khairawan terdapat masjid Khairawan yang dibangun pada masa kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik oleh Aqabah, gubernur Afrika Utara. Masjd ini adalah yang termashur. Berkali-kali masjid ini mengalami perbaikan dan pelebaran oleh para gubernur yang silih berganti menjabat, sehingga akhirnya menjadi satu masjid kebanggaan kaum muslimin di Afrika Utara, terutama dengan kubahnya yang terkenal dengan “Qubatul Bahwi”.
                        Di kota Isfahan, berdiri bangunan-bangunan indah seperti istanah, sekolah-sekolah, masjid-masjid, menara, pasar, dan rumah-rumah  dengan ukiran arsitektur yang indah. Keunikan Isfahan sebagai aset budaya Timur Tengah, tak lepas dari perjalanan sejarah yang teramat panjang. Sejak berabad lalu, Isfahan terus mengalami perubahan budaya dengan mewariskan banyak bangunan tua berarsitektur budaya Islam. Di antaranya adalah Masjid Jum'at dan Gedung Chahar Bagh.
                        Masjid Jum'at dianggap masjid paling tua di Isfahan. Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 138 Hijriah, kira-kira pada zaman Dinasti Seljuk ketika dikalahkan sebuah dinasti keturunan Jengis Khan. Masjid ini terletak berdekatan dengan tanah lapang yang dikenal dengan nama Lapangan Hijau, Darsdasth. Seperti juga Masjid Jumat,  Gedung Chahar Bagh termasuk salah satu bangunan yang berusia sangat tua.
                        Sedangkan di kota Istanbul, Di awal abad ke-17, Sultan Ahmet I mendirikan Majid Biru di seberang Aya Sofia. Tak seperti Aya Sofia yang memiliki empat menara, Masjid Biru memiliki enam menara dan 36 kubah kecil di sekitar kubah induk. Dan Aya Sofia sejak itu menjadi museum. Lukisan-lukisan kramik peninggalan Katholik di dinding dan di langit-langit St. Sophia masih dapat disaksikan hingga kini. Untuk memberi nuansa Islam, Ottoman memasang tujuh kaligrafi besar di ruang utama, yang masing-masing bertuliskan nama Muhammad, empat khalifah pertama, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, serta dua cucu Muhammad, Hassan dan Hussein.



[1] Amirullah Kandu, Ensiklopedi Dunia Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hal, 522
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009) hal, 287
[3] Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa) hal, 7
[4]http://ukhtiaroem.wordpress.com/2008/03/01/damaskus-kota-nan-pemurah-dan-dermawan/
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal 287-288
[7] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal 288
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal 288-289
[9]Philip K. Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: Serambi, 2010) hal 572
[10] Ibid, 289
[12]Ibid, 290