“ARSITEKTUR
MASJID SUNAN AMPEL SURABAYA”
A. Sejarah Pembangunan Masjid Sunan Ampel
Masjid Ampel dibangun oleh Raden Rahmatullah atau Raden Rahmat yang
terkenal dengan sebutan Sunan Ampel. Kompleks masjid ini dibangun Sunan Ampel
setelah mendirikan masjid dan pesantren di Kembang Kuning dan telah mendapat
izin dari raja Majapahit untuk tinggal dan berdakwah di Surabaya. Masjid Ampel
dibangun sekitar tahun 1450 M, ada juga yang berpendapat pada tahun 1421 M,
namun hingga kini masjid ini sudah mengalami beberapa perluasan.
Perluasan pertama, dilakukan oleh Adipati Aryo Cokro Negoro C
dengan menambah bangunan disebelah utara bangunan lama. Perluasan kedua,
dilakukan oleh Adipati Regent Raden Aryo Niti Adiningrat pada tahun 1926 M yang
menambah dan memperluas kebagian utara lagi, perluasan itu mendapatkan dukungan
dari masyarakat saat itu. Perluasan ketiga, dilakukan setelah masa
kemerdekaan yang diselenggarakan panitia khusus perluasan masjid Sunan
Ampel pada tanggal 30 Agustus 1954
sampai tanggal 21 Febuari 1958, dengan perluasan sebelah utara lagi dan sebelah
barat. Perluasan keempat, dilakukan pada tahun 1974 dengan memperluas
lagi kebagian barat. Dengan demikian bangunan yang semula luasnya sekitar 2.069
m2 itu kini menjadi
4.780 m2.
B. Perletakan Masjid Sunan Ampel
Masjid Ampel berada di Ampel Denta yang kini berada di daerah Surabaya
utara, sampai sekarang terkenal dengan nama Ampel. Daerah ini dulunya merupakan
daerah pinggiran kali Surabaya (Brantas) yaitu jalur lalu lintas ke pusat
kerajaan Majapahit, tempat ini sangat stategis karena terletak di daerah pintu
masuk utama kerajaan Majapahit. Ketika kita masuk gang menuju Ampel, dari jauh
sudah terlihat tegak menjulang tinggi menara masjid yang terletak tepat di
sumbu gang, dan di belakang pintu gerbang yang mirip Kori Agung pada bangunan
Hindu Bali. Pada bagian sebelah barat kompleks masjid terdapat kompleks makam
Sunan Ampel dan pengikutnya.
Sekitar masjid Ampel, kini telah dipenuhi dengan banyak bangunan,
bangunan yang paling dominan adalah bangunan masjid yang telah dipugar selama
empat kali. Pada bagian timur laut dan tenggara terdapat bangunan untuk bersuci
(tempat wudhu) yang denahnya berbentuk bulatdan atapnya berbentuk segi delapan
beraturan sedangkan pada tenggara masjid terdapat bangunan musholla khusus
untuk para wanita dan terdapat sebuah bangunan untuk kegiatan administrasi
takmir masjid.
C. Jenis dan Bentuk Bangunan Masjid Sunan Ampel
Bangunan masjid awal, luasnya sekitar 2.069 m2 merupakan bangunan tajug
tumpang dua dengan kontruksi kayu dan beratap genteng. Dalam bangunan induk
juga terdapat bangunan menara yang menjulang tinggi ketas dan puncaknya
terdapat kontruksi atap berbentuk payung. Di sekeliling bangunan induk ini
terdapat bangunan serambi yang menurut keterangan, merupakan bangunan perluasan
pertama kali. Bangunan ini berbentuk limasan klabang nyander dengan penutup
atap dari genteng. Bangunan perluasan yang paling utara menggunakan kontruksi
kuda-kuda baja dengan penutup atap dari genteng sedangkan perluasan bagian
barat beratap datar dan terdiri dari kontruksi beton bertulang.
Banguna awal bertupang dua, sedangkan bangunan masjid yang lain di zaman
para wali di Jawa biasanya bertupang tiga atau lima. Dengan demikian terdapat
dua kemungkinan. Pertama, mungkin memang tumpang dua dengan maksud untuk
mereduksi persamaan dengan bangunan suci kaum Hindu yang sealu bertumpang
ganjil. Kedua, mungkin dulunya memang tumpang tiga, yakni bangunan
serambi merupakan tumpang yang ketiga dan bukan beratap bentuk limasan. Ruang
untuk pertemuan dan ruang untuk wanita merupakan sebuah bangunan bertingkat
dari beton bertulang dan terletak di sebelah tenggara bangunan masjid secara
terpisah. Demikian pula kantor ta’mir masjid berada di luar bangunan masjid.
D.
Progam Ruang dan
Interior Masjid Sunan Ampel
Kompleks masjid ini mempunyai progam ruang sebagai berikut:
1) Ruang liwan dan serambi ......................... 4.700 m2
2) Musholla muslimat ................................... 130 m2
3) Ruang istirahat imam ................................ 25 m2
4) Ruang pertemuan ...................................... 218 m2
5) Kantor ta’mir masjid ................................ 23 m2
6) Ruang juru kunci makam ......................... 12 m2
7) Ruang unit radio pemancar ...................... 25 m2
8) Ruang muadzin ........................................ 6 m2
9) Mimbar dan mihrab ................................. 10 m2
Semua interior pada banguna awal masjid memang terasa adanya kesan agung,
dengan skala vertikal yang memegang peranan, sehingga penerangan dan ventilasi
alami dari setiap tumpang dapat dimanfaatkan. Namun ditinjau secara keseluruhan
bangunan masjid ini maka ruang liwan yang memiliki fungsi yang sama kini
terbagi menjadi beberapa pola dan dengan modul yang berbeda serta sistem
struktur yang berbeda pula. Dengan demikian maka kesatuan ruang menjadi hambar.
Dari bidang ragam rias tidak begitu menonjol, kecuali ruang mihrab yang
dindingnya dilapis porselin biru berukuran 11 cm x 11cm dan mempunyai ukuran
3,65 m x 2,55 m2. Dan didalam ruangan itu terdapat mimbar berbentuk mirip
singgasana terbuat dari kayu yang diukir indah berwarna keemasan.
E. Kiblat dan Suasana Masjid Sunan Ampel
Walaupun banyak mengalami perluasan, namun arah kiblat cukup jelas.
Dilihat dari kesamaan maka ruang dalamnya tidak dapat mendorongnya, karena
keadaan langit-langit yang berbeda bentuknya, ketinggiannya, modul yang
berbeda, struktur yang berbeda serta bahannya yang berbeda pula.
Dinding-dinding pemikul di dalam ruangan ikut pula membantu menghambarkan
kesatuan ruang dalam yang berfungsi sama.
Sebelum terjadi perluasan, mungkin suasana dalamnya cukup kompak, namun
setelah terjadi beberapa pugaran yang tidak terencana dengan sempurna, maka
suasananya menjadi hambar. Pengurangan dan penggantian dinding pemikul di
tengah-tengah ruang mungkin dapat membantu mengompakkan suasana ruangan ini.
Penerangan ruang dalam memadai, karena semua dinding memiliki pintu yang
banyak, masing-masing dengan pembukaan dua daun sedangkan atasnya terdapat
penerangan jendela atas lengkap dengan tralis berornamen. Pada bangunan awal
penerangan juga diperoleh dari jendela atas yang terletak diantara atap
tumpang.
Sedangkan dengan bangunan barat yang beratap datar itu penerangan alami
cukup memadai, karena sepanjang dinding barat ini terdapat dua pintu yang amat
membantu penerangan namun dapat mengurangi suasana kekhususan rauang dalam.
Demikian pula pembukaan pintu kearah barat, membuat para jama’ah yang solat
ashar silau. Penghawaan masjid baik juga, karena banyak permukaan dan merata
keseluruh dinding ruangan. Bahkan dibanguna awal masih terdapat pembukaan atas
yang terdapat diantara atap tumpang. Jadi dalam ruangan masjid ini terdapat
penghawaan alami silang yang cukup baik. Bahkan diruang bagian barat yang
beratap datar itu masih terdapat beberapa kipas angin listrik yang dipasang di
langit-langit yang ikut membantu pengaliran udara terutama pada saat angin
tidak berhembus. Pengaturan suara juga cukup baik, karena dengan pembukaan
dinding yang amat banyak maka gema akan dihindari.
F. Arsitektur Bangunan Sekeliling Masjid Sunan Ampel
Masjid Sunan Ampel secara khas mengadaptasikan nilai-nilai Islam ke dalam
arsitektur Jawa. Gapuro (pintu gerbang), misalnya, yang konon berasal dari kata
Arab ghafura yang berarti ampunan, dibangun di area masjid untuk
mengingatkan setiap Muslim agar memohon ampunan sebelum memasuki kawasan suci
dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Lima gapura yang ada di sekelilingnya
merefleksikan inti ajaran agama Islam. Bilangan lima menyimbolkan jumlah rukun
Islam.
Di sebelah selatan adalah gapura
pertama yang bernama Gapuro Munggah. Munggah berarti naik. Dinamakan
demikian karena gapura ini menyimbolkan rukun Islam yang kelima, yaitu haji.
Dalam tradisi Jawa, orang yang naik haji dikatakan munggah kaji. Masih
di sebelah selatan masjid, terdapat gapura kedua yang bernama Gapuro Poso (puasa).
Gapura ini secara implisit mengajarkan umat Muslim menunaikan puasa, baik yang
wajib maupun sunnah. Ada juga, Gapura Ngamal (beramal) yang menyimbolkan
pentingnya beramal bagi umat Islam untuk membantu sesama Muslim yang
membutuhkan. Di sebelah barat masjid terdapat Gapuro Madep. Madep berarti
menghadap, yaitu menghadap ke arah kiblat ketika mendirikan shalat. Gapura yang
terakhir adalah Gapuro Paneksan (kesaksian), yang berarti kesaksian bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan Allah.
Cukup menarik apabila melihat posisi masjid di tengah lima gapura,
sebagai pusat ibadah serta simbol kesucian, tempat umat Muslim menyembah,
memuji, menyucikan, dan mendekatkan diri kepada Allah. Kelima gapura yang
mengelilingi masjid menegaskan bahwa umat Muslim haruslah melaksanakan rukun
Islam Secara sempurna untuk dapat mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar