MADINA AL-NABI:
“DEFINISI AL-QUR’AN”
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu kota adalah wadah dan wajah
masyarakat yang akan terus bertahan atau dipertahankan. Rumusan tersebut perlu
adanya suatu penegasan, yaitu bahwa setiap kota pasti mempunyai sejarah, di
mana, mengapa dan kapan didirikan, dibangun dan dipertahankan, bagaimana
kegiatan kota, perencanaan teknis dan non-teknis (simbolis dan nilai budaya).
Dalam mempelajari sejarah
perkotaan ini Antariksa Sudikno menawarkan empat pendekatan. Pertama, secara
umum ditekankan pada proses urbanisasi termasuk elemen demografi, struktur atau
pendekatan sistem, dan aspek perilaku urbanisasi. Kedua, adalah urban
biography merupakan tempat bersejarah yang istimewa, dan berhubungan dengan
beberapa segi dari sebuah kota, seperti transportasi, pemerintah kota,
perkembangan fisik, masyarakat dan organisasi sosial. Ketiga, memperlakukan
beberapa tema, seperti ekonomi, sosial, arsitektur, dan sebagainya dalam
konteks sebuah kota. Keempat, cultural studies, merupakan jalan baru
dalam “reading” cities, dan memperkenalkan konsep untuk “read”
communities.
Secara garis besar, makalah ini
akan mengambil pendekatan kedua, urban biography. Dengan pendekatan ini,
maka penulis akan memaparkan kota madinah yang dikenal dengan “Madina
al-Rasul” atau “Madina al-Nabi” sebagai kota ideal tipe. Sebagaimana
diketahui, sesuai dengan sejarahnya bahwa kota ini dibentuk oleh persamaan
agama, yang menjadikan masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, namun untuk
segala urusan, mulai dari urusan keagamaan, keilmuan sampai pada urusan-urusan
sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Madinah
Secara etimologi Madinah adalah
kota. Sedangkan secara terminologi Madinah adalah sebuah kota, yang terletak
sekitar 600 kilo meter di sebelah utara kota Makkah[1]
yang dibangun oleh Nabi Muhammad sebagai kota bagi kaum muslimin setelah hijrah
dari Makkah karena tekanan-tekanan dari kafir Qurais. Awalnya Madinah adalah
kota Yastrib, kemudian setelah kedatangan Nabi Muhammad dan kaum muslim, kota
ini berubah nama menjadi Madinah dan selanjutnya dikenal dengan “Madina
al-Rasul” atau “Madina al-Nabi”.[2]
Madinah adalah kota yang terletak
di gunung dataran tinggi, di persimpangan tiga lembah, yaitu lembah ‘Aql,
lembah Aqiq dan lembah Himd, karena itu Madinah diidentikkan dengan kota hijau,
terutama disekitar gunung. Dibagian barat terdapat gungung Haji. Dibarat laut
gunung Salaa. Dibagian selatan gunung ‘Ir, dan gunung Uhud di bagian selatan.[3]
Redaksi lain mendefinisikan bahwa
madinah adalah Bait al-Rasul, menurut Muslim H. Nasution, karena
Rasulullah bertempat tinggal di Madinah sampai beliau wafat. Selain definisi
diatas, Nasution juga menyebutnya dengan al-Iman, Dar al-Abrar ( tempat
orang-orang baik dan mulia), al-Habibah ( yang dicintai ), al-Hijrah,
al-Haram dan sebagainya.[4]
Madinah adalah satu-satunya kota
yang diidentikkan dengan Nabi Muhammad, hal ini menjadi keistimewaan yang
berarti bagi kota Madinah itu sendiri. Sudah barang tentu jika Madinah adalah
kota yang identik dengan Nabi Muhammad, maka dapat dimengerti bahwa Madinah
adalah kota Islam. Dalam mendefinisikan Madinah sebagai kota Islam ini, Koes
Adjiwijajanto menyatakan bahwa kota Islam adalah kota yang diberi semangat
wahyu dalam denyut nadi kehidupan dan kecerdasan dalam beradaptasi dengan
lingkungan.[5]
Senada dengan hal tersebut Dennis Lardner Camody dan John Tully Carmody
menyatakan bahwa ada banyak ajaran sosial adalam wahyu al-Qur’an. Nabi Muhammad
mengasumsikan bahwa manusia membentuk sebuah kesatuan. Dalam rencana kretaif
Tuhan, manusia adalah satu bangsa.[6] Pernyataan
itu merupakan gagasan dari pesan-pesan al-Qur’an, dan dalam perjalanan
sejarahnya, hal tersebut baru bisa disaksikan ketika Nabi tinggal di Madinah.[7]
Definisi diatas selaras dengan pendapat Al-Farabi dalam al-Madinah
al-Fadilah menyebutkan bahwa Madinah adalah kota yang dipimpin atas
perpaduan rasionalitas dan spiritualitas.
Dalam al-Farabi: Abu
al-Falsafah al-Islamiyah, yang dikutip Sulaiman Fayyad, Farabi juga menyatakan
bahwa lahirnya kota utama didalamnya terjamin kebahagiaan. Dan kebahagiaan akan
tercapai hanya dengan cara yang mulia. Kota utama harus memadukan keutamaan
kepribadian, keutamaan fisik, keutamaan akal, keutamaan jiwa, keutamaan aklak,
terutama dalam menegakkan keadilan, kedamaian dan menumpas kedzaliman.[8]
Dari berbagai pemaparan diatas
sudah dapat dipahami bahwa Madinah sebagai kota Islam adalah kota yang dapat
menjadikan wahyu ( al-Qur’an ) sebagai pedoman hidup, selain itu ia juga
mempertalikan sesama umat manusia dalam perdamaian dan harmoni, agama juga
sebagai represeentasi dalam kehidupan publik yang dapat menginspirasi kehidupan
sehari-hari baik individu maupun kelompok masyarakat.[9]
B. Sejarah Kota Madinah
Setelah mendapat tekanan-tekanan
yang sangat berat dari kafir Qurais, Allah memerintahkan agar Nabi Muhammad
hijrah ke Yasrib. Maka dari sinilah Islam memulai babak baru, melabarkan sayap
dakwah sampai membentuk sebuah pemerintahan. Nabi Muhammad sampai di Yasrib
pada hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awwal I Hijriyah, bertepatan dengan 27
September 622 M.[10]
Ketika sampai di Madinah, langkah
pertama yang dilakukan Rasulullah adalah membangun masjid. Selain sebagai
tempat ibadah, masjid juga difungsikan sebagai sekolahan bagi orang-orang
muslim untuk menerima pengajaran Islam, balai pertemuan, tempat mempersatukan
berbagai kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan masa Jahiliyah,
sebagai tempat untuk mengatur segala urusan
dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk musyawarah dan menjalankan
roda pemerintahan.
Disamping itu, masjid juga
berfungsi sebagai tempat tinggal orang Muhajirin yang miskin, yang datang ke
Madinah tanpa memiliki harta, tidak mempunyai kerabat dan yang belum
berkeluarga.[11]
Sebagaimana telah paparkan
diatas, ketika Nabi Muhammad sampai di Yasrib, kota ini berubah namanya menjadi
“Madina al-Nabi” atau “Madina al-Rasul”. Ini menandakan bahwa
Nabi Muhammad telah diangkat oleh masyarakat, baik masyarakat setempat maupun
pengikut Nabi dari Makkah sebagai pemimpin mereka. Dengan ini maka Rasulullah
diharapkan dapat menciptakan kesatuan akidah, politik, sistem kehidupan diantara
orang-orang muslim dan mengatur hubungan antara kaum muslimin dengan golongan
non muslim. Selain itu beliau juga harus menciptakan keamanan, kebahagiaan dan
kebaikan bagi semua manusia serta mengatur kehidupan di Madinah dengan satu
kesepakatan.
Maka dari sini Rasulullah membuat
perjanjian dengan penduduk kaum muslim. Perjanjian ini berlaku kepada orang
muslim Qurais, Yasrib dan orang-orang yang mengikuti mereka.[12] Selain
perjanjian dengan internal kaum muslim, Rasulullah juga melakukan perjanjian
dengan orang-orang Yahudi, perjanjian tersebut antara lain:
1. Orang-orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang-orang
mu’min. Bagi orang orang Yahudi agama mereka dan bagi orang-orang muslim agama
mereka, termasuk pengikut mereka dan diri mereka sendiri. Hal ini juga berlaku
bagi orang-orang Yahudi selain Auf.
2. Orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka
sendiri, begitu pula orang muslim.
3. Mereka harus bahu membahu dalam menghadapi musuh yang hendak
membatalkan perjanjian ini.
4. Mareka harus saling manasehati, berbuat baik dan tidak boleh
berbuat jahat.
5. Tidak boleh berbuat jahat terhadap orang yang sudah terikat
denga perjanjian ini.
6. Wajib membantu oarang-orang yang di dzalimi.
7. Orang-orang Yahudi harus berjalan seiring dengan orang-orang
mu’min selagi mereka terjun dalam kancah peperangan.
8. Yasrib adalah kota yang dianggap suci oleh orang yang
menyetujuai perjanjian ini.
9. Jika terjadi sesuatu ataupun orang-orang yang mengakui
perjanjian ini, yang dikawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat
kembalinya adalah allah dan Muhammad Saw.
10. Orang-orang Quraisy tidak boleh mendapat perlindungan dan tidak
boleh ditolong.
11. Mereka harus saling tolong menolong dalam orang-orang yang
hendak menyerang Yasrib.
12. Perjanjian ini tidak boleh dilanggar kecuali memang dia yang
dzalim dan jahat.[13]
Dari perjanjian ini, jelas mereka
menegaskan diri menjadi suatu komunitas yang disatukan oleh interes yang sama,
yakni menjaga keutuhan dan keamanan kota dengan jaminan atas hak, dan kewajiban
atas masyarakat yang menandatangai naskah perjanjian.[14]
C. Madina al-Nabi: “Ideal Tipe”
Sejauh ini para ilmuan sepakat
bahwa Madinah disebut dengan ”Madina al-Nabi” ( kota Nabi ), seperti
telah dijelaskan diatas bahwa kota ini adalah kota yang dibangun Nabi Muhammad
bersama kaum muslimin. Dari Madinah inilah, teokrasi Islam menyebar keseluruh
penjuru semenanjung dan kemudian merambah ke sebagian besar daratan Asia Barat
dan Afrika Utara. Komunitas Madinah saat itulah yang menjadi model bagi
komunitas-komunitas muslim belakangan. Dalam waktu kehidupan yang singkat dan
beranjak dari lingkungan yang tidak menjanjikan, Nabi Muhammad telah
menginspirasikan terbentuknya sebuah bangsa yang tidak pernah bersatu
sebelumnya, disebuah negeri yang hingga saaat itu hanyalah sebuah ungkapan
geografis, membangun sebuah agama yang luas wilayahnya mengalahkan Nasrani dan
Yahudi, serta diikuti oleh sejumlah besar manusia, meletakkan landasan bagi
sebuah imperium yang dalam waktu singkat berhasil memperluas batas wilayahnya
dan membangun berbagai kota yang kelak menjadi pusat-pusat peradaban dunia.[15]
Nabi Muhammad Saw membangun kota Madinah sebagai satu
kesatuan negeri yang terdiri dari oase-oase yang selama bertahun-tahun saling
berjauhan dan penduduknya saling bermusuhan. Atas jasa dan jerih payah beliau
yang mengalihkan gugusan bukit-bukit Madinah menjadi pusat kegiatan
sosio-kultural, sosio-politik dan militer[16],
Madinah menjadi sebuah kota yang makmur dan harmonis. Pernyataan tersebut
selaras dengan pernyataan Ernest Renan yang dikutip oleh Bernard Lewis bahwa Islam
lahir sangat jelas, akar-akarnya tampak dipermukaan lapisan bumi, kehidupan
pembangunannya jelas diketahui.[17]
Ungkapan Ernest Renan tersebut dapat dibulktikan dengan
keberhasilan Rasulullah dalam membangun Madinah. Selain membangun Masjid sebagi
pusat perkotaan, berdasarkan penjelasan Prof.Dr. Husein Mu’nis beliau juga membangun jalan
yang menghubungkan masjid dengan Bukit Sal’a di sebelah barat, menjadikan lahan
kosong disebelah tersebut menjadi tempat pemakaman umum, kemudian dibangun
jalan yang menghubungkannya dengan masjid. Selanjutnya dibangun lagi jalan
utama yang menghubungkan Quba di sebelah selatan dan oase Suneh di sebelah
utara. Tatkala penduduk membangun rumah di sepanjang dua sisi jalan-jalan utama
tersebut, Madinah mulai menampakkan diri sebagai suatu kota yang tertata rapi.
Dalam perjanjian sebelumnya
disepakati bahwa Rasulullah berhak sepenuhnya atas setiap tanah kosong di
Madinah. Oleh karena itu, beliau membagi-bagikan tanah kepada sahabat yang
membutuhkan dengan syarat harus membangun rumah atau menggarapnya sebagai lahan
pertanian atau peternakan. Dengan mengfungsionalkan tanah-tanah kosong, maka
antara satu oase dengan lainnya sudah saling bersambung. Selain itu ketika nyata bahwa salah satu jalan
utama melintasi telaga Muzainab dan menghambat kelancaran lalu lintas Madinah,
maka beliau memerintahkan pembangunan jembatan di atasnya. Tidak hanya
memerintahkan kepada masyarakat Madinah, namun Rasulullah juga turun langsung
dalam pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Untuk menertibkan keadaan kota, masyarakat
Madinah tidak dibenarkan ada pengangguran. Rasulullah sangat tidak senang
kepada orang-orang pemalas bahkan benci kepada pengemis kecuali jika
benar-benar tidak mampu bekerja karena cacat tubuh. Beliau mensyaratkan agar para
pengemis tidak berkeliaran di tempat-tempat umum, biar masyarakatlah yang
mengantarkan makanan kepada mereka.[18]
Gambaran kota Madinah:
BAB III
KESIMPULAN
Ketika dakwah Rasulullah di
Makkah sudah dianggap tidak aman karena ancaman dari kafir Qurais, maka Allah
mengutus Nabi Muhammad hijrah ke Yasrib. Dari sinilah Islam memulai babak barunya,
melebarkan sayap dakwah sampai membentuk sebuah pemerintahan. Rasulullah mulai
membangun Madinah dengan membangun masjid. Masjid inilah sebagai sentral dari
semua permasalahan masyarakat.
Sepanjang perjalanan sejarah,
setelah Rasulullah dan kaum Muhajirin datang ke Yasrib, kota ini berubah
namanya menjadi “Madina al-Nabi”. Sesuai dengan sebutannya, Madinah bernafaskan
kalam-kalam Allah dan diilhami dengan hadist dan sunnah Nabi Muhammad, gagasan
ini adalah wujud dari pesan-pesan al-Qur’an. Dalam al-Madinah al-Fadilah Al-Farabi
menyebutkan bahwa Madinah adalah kota yang dipimpin atas perpaduan rasionalitas
dan spiritualitas. Prestasi-prestasi yang telah dicapai Rasulullah di Madinah inilah,
menurut Hitti yang menjadi model bagi kota-kota Islam setelahnya.
Pembangunan pertama kali yang dilakukan
Rasulullah ketika sampai di Madinah adalah masjid, selain menjadi tempat
ibadah, masjid juga digunakan sebagai pendidikan kaum muslimin, tempat
musyawarah hingga pusat pemerintahan. Selain membangun masjid, Rasulullah juga
membangun jembatan, jalan, menjadikan tempat kosong disebelah timur sebagai
kuburan. Disamping membangun bentuk fisik perkotaan, beliau juga membangun
moral masyarakat dengan pesan-pesan Ilahi, memberi teladan kepada masyarakat
dengan cara terjun langsung pada kegiatan-kegiatan tersebut. Memberikan tanah kosong
terhadap terhadap kaum muslimin yang tidak mampu.
DAFTAR PUSTAKA
Kandu, Amrullah, Ensiklopedi
Dunia Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010
Rauf, Imam Feisal Abdul, Seruan Azan Dari Puing WTC:
Dakwah Islam di Jantung Amerika, Terj. Dina Mardina dan M. Rudi Atmok, Bandung:
Mizan, 2007
Misrawi, Zuhairi, MADINAH:Kota Suci, Piagam Madinah dan
Teladan Muhammad Saw, Jakarta: Buku
Kompas, 2009.
Nasution, Muslim H, Tapak Sejarah Seputar Makkah dan
Madinah, Jakarta: Gema Insani Press, 1999
Adjiwijajanto, Koes, Sejarah Kota-kota Islam: Pengantar
Perkuliahan, Jurusan SPI, Fakultas Adab, 2009/2010
Dennis Lardner Camody dan John Tully Carmody, Jejak Rohani
Sang Guru Suci: Memahami Spiritualitas Bhuda, Konfisius, Yesus, Muhammad, Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2000
Rahman al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyur, Sirah Nabawiyah,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010
Hitty, Pillip K. History of
The Arabs, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010
Lewis, Bernard,
Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah: Dari Segi Sosial Budaya dan Peranan
Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1998
http://sri-murni.blogspot.com/2009/12/sirah-nabawiyah-3-tentang-nabi-sebagai.html
[1] Amrullah Kandu, Ensiklopedi Dunia Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), 434.
[2]. Imam Feisal Abdul Rauf, Seruan Azan Dari Puing
WTC: Dakwah Islam di Jantung Amerika ( Bandung: Mizan, 2007), hal. 221.
Diterjemahkan dari buku yang berjudul “What’s Right With Islam: A New Vision
for Muslim and the West” oleh Dina Mardina dan M. Rudi Atmoko
[3]. Zuhairi Misrawi, MADINAH:Kota Suci, Piagam
Madinah dan Teladan Muhammad Saw ( Jakarta: Buku Kompas, 2009), hal. 2.
[4]. Muslim H. Nasution, Tapak Sejarah Seputar Makkah
dan Madinah (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hal. 65-67.
[5]. Koes Adjiwijajanto, Sejarah Kota-kota Islam:
Pengantar Perkuliahan ( Jurusan SPI, Fakultas Adab, 2009/2010), hal. 4.
[6]. Dennis
Lardner Camody dan John Tully Carmody, Jejak Rohani Sang Guru Suci: Memahami
Spiritualitas Bhuda, Konfisius, Yesus, Muhammad ( Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2000), hal. 193. Diterjemahkan oleh Tri Bhudi Satrio dari buku In
The Part of The Masters.
[7]. Ibid, hal. 4.
[8]. Zuhairi Misrawi, MADINAH:Kota Suci, Piagam
Madinah dan Teladan Muhammad Saw, hal. 3.
[9]. Koes Adjiwijajanto, hal. 4.
[10]. Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sirah
Nabawiyah ( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), hal. 205. Buku ini
diterjemahkan oleh Katsur Suhardi dari Ar-Rahiqul Makthum, Bahtsun Fi
al-Sirah al-Nabawiyah Ala Shahibiha Afdhali al-Shalati wa al-Salam,
terbitan Darus Salam, Riyad, 1414 H.
[11]. Lihat Syaikh
Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, hal. 205-206.
[12]. Diantara perjanjian dengan kaum muslim itu antara lain:
1.
Mereka adalah umat yang satu diluar golongan yang lain.
2.
Muhajirin dari Qurais dengan adat kebiasaan yang berlaku diantara
mereka harus bekerja sama dengan menerima atau membayar suatu tebusan. Sesama
orang mu’min harus menebus oranga yang ditawan dengan cara ma’ruf dan adil.
Setiap kabilah dari Anshar dengan adat kebiasaan yang berlaku di kalangan
mereka harus menebus tawanan mereka sendiri dan setiap golongan diantara
orang-orang mu’min harus menebus tawana dengan cara ma’ruf dan adil.
Dan selanjutnya. Dalam
perjanjian ini terdapat 16 poin. Lebih lanjutnya bisa dilihat dalam Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sirah
Nabawiyah, hal. 208.
[13]. Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, hal. 214.
[14]. Koes
Adjiwijajanto, hal. 4.
[15]. Pillip K. Hitty, History of The Arabs ( Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal. 152-153.
[16]. Cuplikan dari tulisan Prof.Dr. Husein Mu’nis yang
berjudul “Al-Sirah Al-Nabawiyah. Upaya reformasi sejarah perjuangan Nabi
Muhammad s.a.w” tentang Nabi sebagai arsitek kota Madinah. yang terjemahannya
diterbitkan oleh Penerbit Adigna Media Utama. Jakarta, tahun terbit cetakan
pertama adalah 1999. Lihat: :
http://sri-murni.blogspot.com/2009/12/sirah-nabawiyah-3-tentang-nabi-sebagai.html
[17]. Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam
Lintasan Sejarah: Dari Segi Sosial Budaya dan Peranan Islam ( Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1998), hal. 19. Diterjemahkan dari The Arabs in History
oleh Drs. Said Jamhuri.
[18]. Lihat: :
http://sri-murni.blogspot.com/2009/12/sirah-nabawiyah-3-tentang-nabi-sebagai.html
Menurut sejarah, Zionis dan Nazi (Hitler) ternyata memiliki akar yang sama.
BalasHapusSejarah itu penting. Jangan lupakan sejarah!