Powered By Blogger

Selasa, 22 November 2011

"PUSAT PERADABAN ISLAM II (DAMASKUS, KHAIRAWAN, ISFAHAN, ISTANBUL)"


PUSAT PERADABAN ISLAM II
(DAMASKUS, KHAIRAWAN, ISFAHAN, ISTANBUL)


A.   Damaskus
1.      Sejarah penguasa di Damaskus
                        Damaskus terletak pada posisi 3037 bujur timur dan 3033 lintang utara. Sekarang menjadi ibu kota Republik Syuriah[1]. Sejak dahulu Damaskus terkenal dengan banyak sungai dan saluran air. Pada mulanya Damaskus adalah kota pertanian kecil yang terletak di perairan sungai Bardi. Karena letaknya yang sangat strategis untuk pusat perdagangan, maka di sana banyak terdapat pasar. Pada milinium ke tiga sebelum Masehi, Damaskus yang merupakan salah satu kota berpenghuni tertua di dunia sudah menjadi ibu kota kerajaan Aramid yang maju.
                        Letaknya yang berada di persimpangan jalan menuju ke Irak dan anak benua Arab, membuat Damaskus untuk menjadi pusat perdagangan yang penting. Gerakan penaklukan Islam mulai memasuki Damaskus di tangan Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Damaskus pada zaman sebelum Islam adalah ibu kota kerajaan Romawi timur di Syiria.[2] Damaskus merupakan kota lama yang dibangun kembali dalam zaman daulah Umayyah yang berpusat di kota ini dari tahun 661-750 M.[3] Selanjutnya, Damaskus menjadi salah satu wilayah kekuasaan Bani Abbas. Pernah menjadi ibu kota pada masa khalifah Mutawakkil, tetapi hanya sebentar.
                        Sekitar tahun 750 M dinasti Umayyah digulingkan dinasti Abbasiyah dan ibu kota pemerintahan berpindah ke Baghdad. Ketika kekuasaan Abbasiyah memudar pada 875 M penguasa Mesir Ahmad Ibnu Tulun mengambil alih Damaskus. Sekitar tahun 968 M dan 971 kota itu dikuasai Qaramita. Setelah itu dinasti Fatimiyyah di kairo menguasai Damaskus. Sejak abad 11 dinasti Seljuk menguasai kota tersebut. Pada 1260M bangsa Mongol menaklukan Damaskus. Tiga abad berikutnya turki Utsmani berkuasa di kota itu dan Pada tahun 1946 Suriah memproklamirkan kemerdekaannya, hingga kini Damaskus tetap menjadi ibukotanya.[4]
2.      Perkembangan peradaban Islam di Damaskus
                        Pada masa kekuasaan bani Umayah, di kota Damaskus banyak didirikan gedung-gedung yang indah, yang bernilai seni, disamping kotanya sendiri dibangun sedemikian rupa teratur dan indahnya, dengan jalan-jalan yang lebih merimbun, kanal-kanal yang bersimpang siur berfungsi sebagai jalan dan pengairan, taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Di kota ini juga terdapat masjid Damaskus yang megah dan agung, masjid ini dibangun oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dengan arsiteknya Abu ubaidah bin Jarrah.
                        Untuk keperluan pembangunannya, Khalifah al-Walid mendatangkan 12.000 orang tukang ahli dari Romawi, kecuali bangunannya sendiri memiliki nilai seni yang luar biasa, juga pilar-pilar dan dinding-dindingnya diukir dengan ukiran-ukiran yang indah dan ditaburi dengan batu-batu yang bernilai tinggi. Masjid yang panjang 300 meter dan lebarnya 200 meter, dibangun diatas 68 pilar yang kokoh dengan biaya 11.200.000 dinar atau setara dengan 33.600.000,00 dolar Amerika.[5]
                        Dalam perjalanan sejarahnya, Damaskus pernah melewati hari-hari kelabu hingga dikembalikan oleh Sultan Nuruddin (549 H / 1154 M). Sejak itu Damaskus membuka lembaran baru dalam kemakmuran dan kekuatan. Damaskus mencapai puncak kejayaannya pada masa Salahuddin Al-Ayubi. Setelah itu kembali seperti semula, menjadi sebuah wilayah kekuasaan dinasti Mamluk berikut dinasti Usmani. Para penguasa Usmani sangat memperhatikan Damaskus karena posisinya yang penting dalam segi keagamaan dan perdagangan.
                        Sejak Islam masih dini, Damaskus terkenal sebagai kota pelajar. Karena banyaknya sekolah yang ada di sana. Pada masa Salahuddin Al-Ayubi jumlah sekolah mencapai 20 buah, di antaranya; Sekolah Adiliah, Sekolah Dhahiriah, Sekolah Jamqumiah, Sekolah Rawahiah, Sekolah Shalahiah, Sekolah Asadiah, Sekolah `Ashruniah, Sekolah `Aziziah dan lain-lain. Juga terkenal dengan sejumlah perpustakaan. Yang paling terkenal adalah Perpustakaan Sekolah Adiliah. Pada zaman dahulu, Damaskus juga terkenal dengan banyaknya rumah sakit milik lembaga pendidikan kedokteran tertentu dan banyaknya sekolah-sekolah kedokteran.
                        Sepanjang sejarah kekhalifahan Islam yang silih berganti, Damaskus telah banyak menelorkan ulama besar, seperti; Hafiz Abdul Aziz At-Timiy, Hafiz Abu Zar`ah tokoh hadis terkemuka Syekhul Islam Ibn Taymiah, Ibn `Asakir, Abu Syamah, Ibn Katsir, Ibn Malik, Ibn Syathir, Rashid, Ibnu Baythar dan Ibnu Nafis. Mesjidnya yang paling terkenal adalah mesjid Umawi dan peninggalan sejarahnya yang paling tersohor adalah benteng Damaskus.[6]
B.   Khairawan
1.      Sejarah kota  Khairawan
                        Khairawan merupakan kota baru diafrika utara. Kota ini dibangu pada masa dinasti umayyah. Aqabah bin Nafi yang telah diangkat oleh khalifah Muawiyah bin Abi Sofyan menjadi gubernur Afrika, memindahkan ibu kota wilayah Afrika dari Barqah ke suatu desa nernama Kairawan. Dan dibangunlah ditempat itu ibu kota baru dari afrika yang juga dinamakan Khairawan.[7]
                        Setelah pergolakan dibawa oleh pemberontakan Khawarij, kota itu berada di bawah kekuasaan Aghlabid pada abad kesembilan, dan di bawah patronase mereka itu berubah menjadi pusat regional keagamaan intelektual dan penting, yang dikenal untuk sekolah dan berhenti haji.
2.      Peninggalan Peradaban Islam di Khairawan
                        Sesuai dengan kota-kota islam yang lain, Kharawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam, yang dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman, daerah pedagangan, daerah industri, daerah militer dan sebagainya. Di kota Khairawan terdapat masjid Khairawan yang dibangun pada masa kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik oleh Aqabah, gubernur Afrika Utara. Masjd ini adalah yang termashur. Berkali-kali masjid ini mengalami perbaikan dan pelebaran oleh para gubernur yang silih berganti menjabat, sehingga akhirnya menjadi satu masjid kebanggaan kaum muslimin di Afrika Utara, terutama dengan kubahnya yang terkenal dengan “Qubatul Bahwi”.
                        Kota Khairawan kemudian menjadi kota internasional, karena di dalamnya berdiam bangsa-bangsa Arab, Barbar, Persia, Romawi, dan lain-lain. Khairawan juga merupakan kota pusat ilmu, disamping sebagai kota militer.[8] Masjid besar khairawan, yang masih berdiri sebagai saingan bagi masjid-masjid termashur di Timur, mulai dibangun di bawah kekuasaan Ziyadat Allah dan disempurnakan oleh Ibrahim II (874-902). Tempat berdirinya masjid itu juga merupakan lokasi berdirinya bangunan suci ‘Uqbah, pendiri Khairawan.
                        Masjid ‘Uqbah oleh para penerusnya telah dihiasi dengan pilar-pilar marmer yang di dapat dari puing-puing kartago, yang kemudian di dimanfaatkan lagi oleh penguasa Aglabiyah. Menara persegi yang melengkapi bangunan masjid ini, yang juga merupakan peninggalan bangsa umayyah terdahulu, dan termasuk yang paling lama bertahan di Afrika, memperkenalkan bentuk menara ala suriah kepada masyarakat di afrika barat-laut. Model menara itu bahkan tidak pernah tergantikan oleh bentuk-bentuk lain yang lebih ramping dan tinggi seperti yang ada dalam peninggalan Persia dan banguna ala mesir. Dalam gaya Suriah, bata digunakan sebagaimana gaya-gaya bangunan lain menggunakan batu. Berkat masjid ini, Khairawan, dikalangan muslim barat menjadikota suci keempat,setelah Mekah, Madinah dan Yerusalem- salah satu dari gerbang surga.[9] 
C.   Isfahan
1.      Sejarah kota  Isfahan
                        kota Isfahanl adalah ibu kota kerajaan shafawi. Kota Isfahan merupakan kota tua didirikan oleh yazdajird I (buhtanashar) raja Persia. Kota Isfahan dikuasai islam pada tahun 19 h/640 m pada masa umar bin khathtab. Kota Isfahan sekarang masuk dalam wilaya Iran. Pada waktu Abbas I sultan safawiyah menjadikan Isfahan sebagai ibu kota kerajaanya, kota ini menjadi kota yang luas dan indah. Kota ini terletak di atas  sungai zandah, dan di atasnya membentang tiga buah jembatan yang megah dan indah.
                        Pada tahun 625 terjadi pertempuran besar di Isfahan, ketika tentara mongoldatang menyerbu negeri-negeri islam dan menjadikan Isfahan sebagai salah satu bagian dari wilayah kekuasaan wilaya mongol itu. Ketika timur lenk menyerbu negeri-negeri islam pada tahun 790h/1388 m, kota Isfahan ikut jatuh di bawah kekuasaan timur lenk. Setelah itu kota Isfahan dikuasai oleh kerajaan turki usmani pada tahun 955 h/1548 m. pada tahun 1134 h/1721 m terjadi pertempuran antara Husain syah, raja shafawi dengan Mahmud la-afghani, yang mengakhiri riwayat kerajaan syhafawi. Pada tahun 1141 h/1729 m, kota Isfahan berada di bawah kekuasaan nadir syah.[10]
2.      Peninggalan peradaban Islam di Isfahan
                        Di kota ini berdiri bangunan-bangunan indah seperti istanah, sekolah-sekolah, masjid-masjid, menara, pasar, dan rumah-rumah  dengan ukiran arsitektur yang indah. Keunikan Isfahan sebagai aset budaya Timur Tengah, tak lepas dari perjalanan sejarah yang teramat panjang. Sejak berabad lalu, Isfahan terus mengalami perubahan budaya dengan mewariskan banyak bangunan tua berarsitektur budaya Islam. Di antaranya adalah Masjid Jum'at dan Gedung Chahar Bagh.
                        Masjid Jum'at dianggap masjid paling tua di Isfahan. Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 138 Hijriah, kira-kira pada zaman Dinasti Seljuk ketika dikalahkan sebuah dinasti keturunan Jengis Khan. Masjid ini terletak berdekatan dengan tanah lapang yang dikenal dengan nama Lapangan Hijau, Darsdasth. Seperti juga Masjid Jumat,  Gedung Chahar Bagh termasuk salah satu bangunan yang berusia sangat tua.
                        Gedung ini peninggalan raja Shah Sultan Husein pada zaman Dinasti Safawi, sekitar pada tahun 1706 masehi. Bangunan ini dikenal sebagai 'kawah candradimuka' bagi orang-orang yang belajar ilmu agama pada zaman dulu. Tak jauh dari Chahar Bagh, terdapat sebuah lapang yang dinamakan Maidan Naqse, yang artinya 'peta dunia'. Konon disebut begitu karena tempat ini dianggap titik pusat penunjuk jalan menuju sejarah budaya Islam dunia. Lapangan yang juga dikenal dengan nama Maidan Imam ini berdimensi 500 x 165 meter persegi.
                        Sebagai kota wisata ternama di Iran, Isfahan terus berbenah diri untuk menyambut para wisawatan mancanegara. Salah satu caranya dengan terus membangun sejumlah hotel dan penginapan di beberapa sudut kota. Namun dari sekian tempat akomodasi di Isfahan, Hotel King Abbas yang paling menarik perhatian wisatawan. Betapa tidak, bangunan hotel ini begitu megah dan mewah. Hotel berbintang lima ini terdiri atas 230 kamar.
                        Namun yang menjadi daya tarik tempat ini adalah gaya aristekturnya yang mengagumkan. Hotel  dibangun dengan merujuk pada arsitektur zaman Safavid, yakni dengan menitikberatkan pada konsep kekokohan atap dan penyangga bangunan. Bangunan ini kian indah oleh tampilan sejumlah gambar dan simbol-simbol natural yang didominasi warna zamrud. King Abbas semakin menawan dengan terhamparnya taman luas yang disebut Taman Persia[11]
D.   Istambul
1.      Sejarah kota  Istambul
                        Kota Istambul adalah ibu kota kerajaan Turki Usmani. Kota ini awalnya merupakan ibu kota ibu kota kerajaan Romawi Timur dengan nama Konstatinopel. Kota Konstatinopel sebelumnya sebuah kota bernama Bizantium, kemudian diganti dengna nama Konstantinopel oleh kaisar Constantin, kaisar Romawi Timur. Pada tahun 395 m, kerajaan romawi pecah menjadi dua, Romawi Timur dan Romawi Barat. Romawi barat beribu kota di Roma (Itali), sedangkan Romawi Timur beribu kota di Konstatinopel.
                        Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam pada masa dinasti turki usmani di bawah pimpinan sultan Muhammad II yang bergelar Muhammad al Faith pada tahun 1453,  dan dijadikan ibu kota keraajaan Turki Usmani. Bahkan jauh sebelum sultan Muhammad al-Fatih dapat menguasai Konstantinopel, para penguasa Islam sudah sejak zaman khulafaur rasyidin, kemudian khalifah bani umayyah dan khalifah bani abbasyiah berusaha untuk menaklukan kota konstatinopel. Namun, baru pada masa kerajaan turki Usmani uasaha dapat berasil. Oleh sultan Muhammad al-fatih, kota konstantinopel yang artinya kota constantin, diubah namanya menjadi Istanbul yang artinya kota islam. Sebagaimana halnya pada masa kerajaan ramawi timur, kerajaan turki usmani dengan ibu kota Istanbul juga menjadi sebuah Negara adi daya pada masa kekuasaanya. Wilayah kekuasaanya meliputi sebagian besar wilayah eropa timur, asia kecil, dan afrika utar. Bahkan daerah-daerah islam yang lebih jauh juga mengakui kekuasaan Istanbul.[12]
2.      Peninggalan peradaban Islam di Istanbul
                        Dalam bidang arsitektur, masjid-masjid yang dibangun membuktikan kemajuannya. Setelah menaklukan Constantinople, Mehmed II yang kala itu baru berusia 21 tahun meminta agar pasukannya tak membantai warga kota serta tak merusak bangunan yang ada. Mehmed juga mengubah Katedral St. Sophia menjadi masjid, dan pada hari Jumat pertama, 2 Juni 1453, dia dan pasukannya menggelar shalat Jumat di tempat itu.
                        Di awal abad ke-17, Sultan Ahmet I mendirikan Majid Biru di seberang Aya Sofia. Tak seperti Aya Sofia yang memiliki empat menara, Masjid Biru memiliki enam menara dan 36 kubah kecil di sekitar kubah induk. Dan Aya Sofia sejak itu menjadi museum. Lukisan-lukisan kramik peninggalan Katholik di dinding dan di langit-langit St. Sophia masih dapat disaksikan hingga kini. Untuk memberi nuansa Islam, Ottoman memasang tujuh kaligrafi besar di ruang utama, yang masing-masing bertuliskan nama Muhammad, empat khalifah pertama, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, serta dua cucu Muhammad, Hassan dan Hussein.
                        Pengaruh jatuhnya konstantinopel besar sekali bagi Turki Usmani. Kota tua itu adalah pusat kerajaan Bizantium yang menyimpan banyak ilmu pengetahuan dan menjadi pusat agama Kristen. Kesemuanya itu diwarisi oleh Usmani. Dari segi letak, kota itu sangat strategis karena menghubungkan dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Istanbul merupakan pusat peradaban pada kekuasaan Turki Usmani yang terpenting. Bukan saja karena  keindahan kotanya, akan tetapi juga karena di kota bekas pusat kekuasaan romawi timur itu terdapat pusat-pusat kajian keilmuan yang mendorong puncak kejayaan peradaban islam.[13]  


E. Kesimpulan
                        Di kota Damaskus, pada masa kekuasaan bani Umayah, di kota Damaskus banyak didirikan gedung-gedung yang indah, yang bernilai seni, disamping kotanya sendiri dibangun sedemikian rupa teratur dan indahnya, dengan jalan-jalan yang lebih merimbun, kanal-kanal yang bersimpang siur berfungsi sebagai jalan dan pengairan, taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Di kota ini juga terdapat masjid Damaskus yang megah dan agung, masjid ini dibangun oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dengan arsiteknya Abu ubaidah bin Jarrah.
                        Sejak Islam masih dini, Damaskus terkenal sebagai kota pelajar. Karena banyaknya sekolah yang ada di sana. Pada masa Salahuddin Al-Ayubi jumlah sekolah mencapai 20 buah, di antaranya; Sekolah Adiliah, Sekolah Dhahiriah, Sekolah Jamqumiah, Sekolah Rawahiah, Sekolah Shalahiah, Sekolah Asadiah, Sekolah `Ashruniah, Sekolah `Aziziah dan lain-lain. Juga terkenal dengan sejumlah perpustakaan. Yang paling terkenal adalah Perpustakaan Sekolah Adiliah. Pada zaman dahulu, Damaskus juga terkenal dengan banyaknya rumah sakit milik lembaga pendidikan kedokteran tertentu dan banyaknya sekolah-sekolah kedokteran.
Di kota Kharawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam, yang dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman, daerah pedagangan, daerah industri, daerah militer dan sebagainya. Di kota Khairawan terdapat masjid Khairawan yang dibangun pada masa kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik oleh Aqabah, gubernur Afrika Utara. Masjd ini adalah yang termashur. Berkali-kali masjid ini mengalami perbaikan dan pelebaran oleh para gubernur yang silih berganti menjabat, sehingga akhirnya menjadi satu masjid kebanggaan kaum muslimin di Afrika Utara, terutama dengan kubahnya yang terkenal dengan “Qubatul Bahwi”.
                        Di kota Isfahan, berdiri bangunan-bangunan indah seperti istanah, sekolah-sekolah, masjid-masjid, menara, pasar, dan rumah-rumah  dengan ukiran arsitektur yang indah. Keunikan Isfahan sebagai aset budaya Timur Tengah, tak lepas dari perjalanan sejarah yang teramat panjang. Sejak berabad lalu, Isfahan terus mengalami perubahan budaya dengan mewariskan banyak bangunan tua berarsitektur budaya Islam. Di antaranya adalah Masjid Jum'at dan Gedung Chahar Bagh.
                        Masjid Jum'at dianggap masjid paling tua di Isfahan. Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 138 Hijriah, kira-kira pada zaman Dinasti Seljuk ketika dikalahkan sebuah dinasti keturunan Jengis Khan. Masjid ini terletak berdekatan dengan tanah lapang yang dikenal dengan nama Lapangan Hijau, Darsdasth. Seperti juga Masjid Jumat,  Gedung Chahar Bagh termasuk salah satu bangunan yang berusia sangat tua.
                        Sedangkan di kota Istanbul, Di awal abad ke-17, Sultan Ahmet I mendirikan Majid Biru di seberang Aya Sofia. Tak seperti Aya Sofia yang memiliki empat menara, Masjid Biru memiliki enam menara dan 36 kubah kecil di sekitar kubah induk. Dan Aya Sofia sejak itu menjadi museum. Lukisan-lukisan kramik peninggalan Katholik di dinding dan di langit-langit St. Sophia masih dapat disaksikan hingga kini. Untuk memberi nuansa Islam, Ottoman memasang tujuh kaligrafi besar di ruang utama, yang masing-masing bertuliskan nama Muhammad, empat khalifah pertama, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, serta dua cucu Muhammad, Hassan dan Hussein.



[1] Amirullah Kandu, Ensiklopedi Dunia Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hal, 522
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009) hal, 287
[3] Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa) hal, 7
[4]http://ukhtiaroem.wordpress.com/2008/03/01/damaskus-kota-nan-pemurah-dan-dermawan/
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal 287-288
[7] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal 288
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal 288-289
[9]Philip K. Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: Serambi, 2010) hal 572
[10] Ibid, 289
[12]Ibid, 290

4 komentar: