PUSAT-PUSAT PERADABAN ISLAM III
PENDAHULUAN
Pada masa yang dipimpin oleh
khalifah sepeninggal nabi Muhammad SAW, Islam terus mengalami perkembangan dan
kemajuan. Tidak hanya dalam penyebaran agama saja tapi juga dalam bidang
ilmu pengetahuan dan pendidikan. Banyaknya kemunculan pusat pusat peradaban Islam di berbagai
tempat membuktikan bahwa Islam telah membawa banyak perubahan pada umat
manusia. Umat Islam banyak mengkaji keilmuan yang diperolehnya berdasarkan
panduan dari kitab suci Al Qur’an dan Al Hadist. Banyak
penemuan dan kejadian yang terkandung di dalam Al Qur’an yang akhirnya membuka
cakrawala pengetahuan dunia. Di pusat pusat peradaban Islam inilah banyak
tertinggal sejarah peradaban Islam yang kokoh dan berkembang pesat. Banyak pengetahuan tentang ilmu perbintangan, Science
dan masih banyak lagi bidang keilmuan serta penemuan penting yang berguna bagi
manusia juga dihasilkan di pusat pusat peradaban Islam ini. Tidak heran,
umat Islam mencapai puncak kejayaan pada masanya.
PUSAT-PUSAT
PERADABAN ISLAM III
1. DELHI
Delhi
adalah sebuah kerajaan Islam di Indiaa Utara yang berkuasa sejak awal abad
ke-13 sampai dengan awal paruh kedua abad ke-16.[1] Delhi
adalah ibu kota kerajaan Islam India sejak tahun 608 H/1211 M. Sebagai ibu kota
kerajaan Islam, Delhi menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam di anak
benua India. Delhi terletak di pinggir Sungai Jamna. Mula-mula Delhi dikuasai
Islam, ditaklukan oleh Quthb Ad-Din Aybak penguasa dari Dinasti Mamluk. Sejak
itu Delhi dikuasai oleh para sultan-sultan yang secara berturut-turut terdiri
dari dinasti-dinasti, yakni Dinasti Khalji, Tughluq, Sayid, Suri atau Afghan,
Lodi, dan yang terakhir Mughal. [2]
Setelah
India di kuasai oleh dinasti-dinasti Islam, India mengalami perkembangan
peradaban dan Peradaban Islam di India juga bisa dipisahkan dari keberadaan
Dinasti Mughal. Selama tiga abad (932-1274 H/1526-1857 M) dinasti telah mampu
memberi warna negeri yang mayoritas beragama Hindu ini. Setidaknya agama Islam
menjadi tersebar di seluruh penjuru India.
Kerajaan
Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur (1526-1530 M).[3] Secara
geologis Babur merupakan cucu Timur Lenk (dari pihak ayah) dan keturunan Jeghiz
Khan (dari pihak ibu). Ekspansinya ke India dimulai dari dengan menundukkan
penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi (dinasti Lodi) dengan bantuan Alam Khan
(paman Lodi) dan gubernur Lahore. Tahun 1525 M, ia berhasil menguasai punjab
dan meneruskannya ke Delhi tahun 1526 M.[4] Sejak
itu Babur menguasai India dan Kota Delhi menjadi ibu kota kerajaan Munghal pada
masa Humayun (1530-1556), seorang raja yang cinta ilmu.
Hasil peradaban yang dicapai pada waktu dikuasai dinasti-dinasti Islam antara
lain:
a.
Bidang Seni dan Arsitektur
Masjid Quwwat
al-Islam yang didirikan oleh Quthubuddin Aibak dan Quthb Minar
merupakan peninggalan Delhi terbaik. Masjid terkenal lainnya, Araidin ka
Jopra didirikan di Ajmer, menara Husbug shah yang didirikan pada
dinasti Khalji yang semuanya dibangun dengan batu mamer.
Hasil karya
seni dan arsitektur pada waktu dinasti Mughal yang sangat terkenal dan bisa
dinikmati sampai sekarang, yakni Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah
pemakaian ukiran dan marmer yag timbul dengan kombinasi warna-warni, seperti
benteng merah (Lah Qellah), istana-istana, makam kerajaan dan
yang paling mengagumkan adalah Taj Mahal di Aghra. Istana ini merupakan salah
satu dari keajaiban dunia yang dibangun oleh Syah Jehan khusus untuk istrinya
Momtaj Mahal.
b.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti
Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang Ilmu Pengetahuan. Banyak
ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut Ilmu Pengetahuan, bahkan Istana
Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan.
Pada
tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang
guru. Pada masa Syah Jehan didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Pada
bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum Islam yang dikenal dengan
sebutan Fatawa I-Alamgiri.
2. ANDALUSIA
Andalusia
adalah sebuah wilayah Islam di Spanyol. Setelah Andalusia menjadi wilayah Islam,
maka dibangunlah kembali kota-kota lama di samping membangun kota baru, dengan
gaya seni bangunan Islam, dimana kemudian Andalusia terkenal dengan
kota-kotanya yang indah, masjid-masjid yang cantik, istana-istananya yang
mengagumkan dan taman-tamannya yang mempesona.
Pusat-pusat
peradaban Islam di Spanyol adalah sebagai berikut:
a.
Cordova
Cordova merupakan salah satu di antara kota-kota besar yang ada di
Andalusia. Cordova merupakan kota lama yang dibangun kembali dengan gaya Islam.
Kota ini pertama kali dimasuki Islam pada tahun 711 M oleh pasukan Thariq bin
Ziyad.[5] Ketika
Abdurrahman I bergelar Abdurrahman Ad-Dakhil masuk ke Andalusia, telah menjadikan Cordova sebagai ibu kota
dari dinasti Spanyol.
Sebagai ibu kota
pemerintahan, Cordova di masa Bani umayah mengalami perkembangan pesat. Banyak
bangunan baru yang didirikan, seperti istana dan masjid-masjid. Kota ini juga
diperluas, membangun sebuah jembatan berarsitektur islam dalam gaya Romawi, dan
lain-lain. Perkembangan kota ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abd
Al-Rahman Al-nashir di pertengahan abad ke10 M.Pada masa Islam, Cordova
terkenal juga sebagai pusat kerajinan barang-barang dari perak,
sulaman-sulaman, dari sutera dan kulit.
Selain terkenal sebagai pusat kerajinan, Pada
masa pemerintahan Bani Ummayah di Spanyol, Cordova juga menjadi
pusat ilmu pengetahuan. Di kota ini berdiri Universitas Cordova, perpustakaan
besar yang mempunyai koleksi kira-kira 400.000 judul buku. Hal tersebut tak
terlepas dari Abd Al-rahman Al-Nashir dan anaknya Al-Al-HAkam. Pada masanyalah
tercapai apa yang dinamakan masa keemasan ilmu pengetahuan dan sastra di
Spanyol Islam. Sehingga Cordova menjadi lahirnya
orang-orang yang memajukan perkembangan Bahasa dan Sastra Arab, seperti
sastrawan terkemuka di Andalusia, yakni Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd
Rabbih, Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Dalam bidang kedokteran, Cordova juga
sebagai salah satu pusat aktivitas medis
dan melahirkan ilmuwan terkemuka, seperti Ibnu Rusyd yang menghasilkan karya
besar, yaitu Kitab Al-Kuliyat fi
Ath-Thib.
Pada tahun 786 M, dibangun sebuah Masjid dengan luas 175x134 meter dan
tinggi menaranya 20 meter terbuat adri marmer dan sebuah kubah besar, yang bernama masjid Cordova, dan pada masa Al-Hakam di
Cordova terdapat 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di Kota ini tak
dapat diminum, penguasa Muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang
penjangnya 80 km.
b.
Sevilla
Kota Sevilla dibangun pada masa Dinasti Al-Muwahhidun memerintah. Kota
ini pernah menjadi ibu kota Andalusia. Awalnya kota ini hanyalah rawa-rawa,
tetapi pada masa Romawi diubah menjadi kota
yang bernama Romula Agusta, kemudian diubah menjadi Hispah, sebelum
menjadi Asyibiliyah. Selama dikuasai Islam, kota ini selalu diperidah dengan
tanaman-tanaman berbunga dan harum.
Sevilla berada dibawah kekuasaan Islam selama 500 tahun (712-1248 M).
Tidak heran jika pada saat ini banyak dijumpai peninggalan-peninggalan seni
budaya Islam. Salah satu bangunan yang menjadi kebanggaan umat Islam, kini telah
berubah menjadi gereja dengan nama Santa
Maria de la Sede.
c. Granada
Granada merupakan kota besar di Andalusia, yang
pernah menjadi kebanggaan kaum Muslimin
Andalusia. Granada terletak di sekitar 288 km sebelah timur kota Sevilla, pada sebuah dataran
tinggi yang subur.
Pada
abad ke12, Granada menjadi Kota terbesar kelima di Spanyol. Sejak abad ke13,
Granada diperintah oleh dinasti Nasrid selama lebih kurang 250 tahun. Pada masa
itulah dibangun istana megah (Al-Hambra). Istana ini dibangun oleh
arsitek-arsitek Muslim pada tahun 1238 M dan terus dikembangkan sampai tahun
1358 M. Istana ini terletak di sebelah Timur Al-Kajaba, sebuah benteng tentara
Islam. Granada terkenal dengan tembok dan 20 menara mengitarinya.
Pada masa Dinasti Umayyah di Andalusia, Granada
mengalami perkembangan pesat. Pada masa pemerintahan Muhammad V (1354-1391 M),
Granada mencapai puncak kejayaannya, baik dalam Arsitektur maupun dalam
politik. Akan tetapi, menjelang akhir abad ke 15 pemerintahan menjadi lemah
terutama karena perpecahan keluarga.
3. TRANXOSANIA
Tranxosania adalah wilayah Bukhara dan Samarkand. Tranxosania adalah
wilayah yang terletak di Asia Tengah, terletak di sekitar barat Cina dan
Selatan Rusia serta di sebelah Timur Afghanistan. Pada wilayah ini terdapat dua
kota penting yang menjadi pusat peradaban Islam, yaitu Samarkand dan Bukhara.
a. Samarkand dan Bukhara
Samarkand dan Bukhara merupakan wilayah kekuasaan masa dinasti Samanid.
Ibu kotanya Bukhara, dan kota terkemukanya adalah Samarkand. Pada waktu dinasti
Samanid, Samarkand menjadi daerah yang sangat makmur dan msayarakatnya hidup
sejahtera, Samarkand juga merupakan kota terpenting karena menjadi pusat
perdagangan dan kebudayaan Islam.[6] Penghasilan
utama kota Samarkand adalah kertas Samarkand yang terkenal.
Sedangkan Bukhara pada waktu dinasti Samanid merupakan salah satu daerah
yang dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Ma Wara’ An-Nahr, yakni
daerah-daerah yang terletak di sekitar sungai Jihun di Uzbekiztan, Asia Tengah.
Bukhara menjadi pusat pemerintahan dan peradaban pada masa dinasti Samanid. Hal
ini berlangsung selama kurang lebih dari 150 tahun.[7] Bukhara
bukan saja terkenal dengan keindahannya, tetapi juga menjadi pusat perdagangan
yang mempertemukan pedagang-pedagang dari Cina dengan pedagang-pedagang dari
Asia Barat. Disana juga mulai berkembang usaha pembuatan kain sutera, tenunan
kain dari kapas, perhiasan emas, dan perak dengan berbagai bentuk.
Samarkand dan Bukhara hampir mengungguli Baghdad
sebagai pusat pendidikan dan seni. Tidak hanya keilmuan Arab yang dilindungi
dan dikembangkan, tetapi keilmuan Persia. Pada masa dinasti Samanid inilah
muncul beberapa orang ilmuwan muslim yang berasal dari Bukhara. Diantaranya
adalah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Abdul Rahim bin Ahmad Al-Bukhari, dan
Abu Hafs Al-Bukhari. Tidak hanya itu, pada masa ini pula, ilmuan Muslim
termasyhur, al-Razi mempersembahkan karya utamanya dalam bidang kedokteran yang
berjudul al-Manshur kepada pangeran Samaniyah. Tidak hanya muncul
beberapa orang Ilmuwan, tetapi pada masa kejayaan dinasti Samanid, di Bukhara
terdapat istana yang merupakan Perguruaan tinggi dan pusat kegiatan ilmu dan
pengetahuan. Sehingga terkenallah Maktab Nuh bin Nashr As-Samani sebagai
perguruan tinggi yang lengkap.
KESIMPULAN
Delhi, Andalusia, dan Transxosania
merupakan bagian dari pusat peradaban Islam yang sangat penting. Di daerah itu
banyak sekali peninggalan Islam dan sejarah yang penting tentang kejayaan
Islam. Delhi merupakan salah satunya Dinasti Islam yang berjaya di akhir
kejayaan Islam. Di sana banyak sekali peradaban yang ditinggalkan baik dalam
maslah intelektual atau religius. Salah satu peninggalan bersejarah yang
penting adalah Taj Mahal.
Andalusia berhasil di masuki
oleh Islam pada tahun 711 M oleh thariq bin ziyad dari Umayyah. Kerajaan
Umayyah II di Andalusia merupakan tempat lahinya berbagai ilmu dan tokoh.
Sehingga waktu itu menjadi tandingan Bagdad dalam segala ilmu pengetahuan. Di
sana terdapat tiga kota penting yang menjadi pusat kerajaan yaitu, Cordova,
Sevilla, dan Granada.
Cordova mengalami
perkembangan pesat pada masa Dinasti Umayyah, di sana banyak dibangun istana
dan masjid-masjid. Di kota ini juga merupakan pusat ilmu
pengetahuan, berdirinya Universitas Cordova, perpustakaan besar yang mempunyai
koleksi kira-kira 400.000 judul buku. Di Sevilla banyak dijumpai peninggalan-peninggalan seni budaya
Islam. Salah satu bangunan yang menjadi kebanggaan umat Islam, kini telah
berubah menjadi gereja dengan nama Santa Maria de la Sede. Sedangkan di Granada
terdapat istana yang megah, yang di bangun pada dinasti Nasrid yang
berkuasa selama lebih kurang 250 tahun yaitu istana Al-Hambra yang dibangun oleh arsitek-arsitek muslim
pada tahun 1238 M dan terus dikembangkan sampai tahun 1358 M.
Transoxania berada di timur
baghdad. Pada wilayah ini terdapat
dua kota penting yang menjadi pusat peradaban Islam, yaitu Samarkand dan
Bukhara. Pada waktu dinasti Samanid, Samarkand menjadi daerah yang sangat
makmur dan msayarakatnya hidup sejahtera, Samarkand merupakan kota terpenting
karena menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan Islam.[8]
Sedangkan Bukhara pada waktu dinasti Samanid
merupakan salah satu daerah yang dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Ma
Wara’ An-Nahr, yakni daerah-daerah yang terletak di sekitar sungai Jihun di
Uzbekiztan, Asia Tengah. Bukhara menjadi pusat pemerintahan dan peradaban pada
masa dinasti Samanid. Hal ini berlangsung selama kurang lebih dari 150 tahun.
Samarkand dan Bukhara hampir mengungguli Baghdad sebagai pusat
pendidikan dan seni. Tidak hanya keilmuan Arab yang dilindungi dan
dikembangkan, tetapi keilmuan Persia. Pada masa dinasti Samanid inilah muncul
beberapa orang ilmuwan muslim yang berasal dari Bukhara. Diantaranya imam
Bukhari seorang ulama hadist, Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Abdul Rahim bin
Ahmad Al-Bukhari, dan Abu Hafs Al-Bukhari
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH, 2009.
Hitti, Philip. K,
History Of The Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010
Kandu, Amirullah, Ensiklopedi
Dunia IslaM, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Maryam, Siti dan dkk, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2009.
[1]Ensiklopedi Islam
[2]
Kandu, Amirullah, Ensiklopedi
Dunia Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 376
[3]
Maryam, dkk, Sejarah Peradaban
Islam dari Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: LESFI, 2009), hal. 184
[4] Ibid.,
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta:AMZAH,
2009), hal.
[6]
Hitti,
Philip. K, History Of The Arabs, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010),
hal.
[8]
Hitti,
Philip. K, History Of The Arabs, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010),
hal.